Jakarta macet total tatakala terjadi hujan angin beberapa hari lalu. Pohon-pohon bertumbangan. Pengendara mobil menggerutu. Gerutuan yang diperparah dengan kekesalan menyaksikan pengendara motor (biker) yang memadati ruang antar mobil yang tersisa, tanpa takut menggores bodi mobil atau menyerempet kaca spion. Motor-motor yang di satu saat bisa menjadi sumber kemacetan, karena dengan gampangnya menyerobot jalur lawan, apalagi di area mendekati perempatan. Sehingga, tidak aneh terjadinya macet total – tidak terurai, stuck karena bagaimana arus lawan akan lewat jika biker tidak mau mengalah atau sadar bahwa dia sudah menyerobot jalan.
Namun bikers, janganlah kau berharap bisa menjadi raja jalanan. Jangan!! Camkan itu. Bukan! Bukan karena alasan tidak terlihatnya sopan santun berkendara di jalan, meskipun bisa jadi alasan itu benar. Janganlah kau berharap bisa menjadi raja jalanan, karena “Bikers adalah pengendara yang riskan akan kecelakaan!”. Yap, keselamatan seorang pengendara motor tidaklah optimal.
Pengendara motor di jalanan ibukota bisa dikatakan pengendara yang ahli. Mereka bisa memacu kendaraan dengan cukup cepat dan LINCAH, berkelit dari jalur satu ke jalur yang lainnya dengan gampang, memotong kendaraan di depan tanpa menyebabkan jatuh – meski umpat serapah keluar dari pengendara mobil yang dipotong, dan sering berhasil lolos kemacetan dengan memanfaatkan kepiawaiannya menyiasati ruang antar mobil yang sangat sempit. Mereka adalah pengendara yang handal, yang sepertinya bisa memacu motornya dengan kecepatan tinggi, meski memakai motor bebek. Tapi satu hal yand kerap dilupakan: keselamatan berkendara.
Janganlah bandingkan persiapan berkendara seperti Stoner atau Rossi: memakai helm internasional yang aman – tidak pecah jika terjadi benturan, jaket tebal, memakai pelindung dengkul dan siku dan memakai kaus tangan yang solid. Jangankan juga bandingkan dengan kondisi kendaraannya: spion mantap, ban baru dengan daya cengkeram optimum dan rem yang kuat. Jangankan juga bandingkan dengan keahlian mereka dalam menyalip, menikung dengan perhitungan yang matang dan mempertimbangkan keamanan dan keselamatan dia dan yang lain.
Coba lihat satu buah artikel surat kabar: “Lagi, pengendara motor digilas truk”. Alasannya: tersenggol, kehilangan keseimbangan, jatuh, tergilas truk di belakangnya. Bisa jadi tersenggol itu adalah karena disenggol, menyenggol, baik oleh sesama motor atau oleh mobil.
Di satu kesempatan, saya menyaksikan dengan mata dan kepala sendiri bagaimana kejadian dengan judul di atas. Kejadiaannya dua tahun yang lalu, di By-pass Bandung, saya berada di jalur cepat. Di jalur lambat – yang dipisahkan oleh median, terlihat dua sepeda motor saling mengebut di lalu lintas cukup padat itu. Menyalip satu motor, mobil. Sampai akhirnya saya melihat pengendara yang satu menyenggol pengendara yang lain. Yang terjadi adalah luar biasa. Karena kendaraan berjalan cepat, motor yang hilang keseimbangan bergerak tidak terkendali, mengenai pembatas lajur dan “terbang” ke jalur cepat. Terbang, karena dengan jelas saya melihat motor dan dua orang pengendaranya berada lima-enam meter di atas – udara. Dan orang yang dibonceng di atas motor itu terbang dan jatuh persis di depan truk tangki bahan bakar yang berjalan tidak seberapa kencang. Inna lillahi. Di rumah sakit tempat saya menjenguk Bapak, diketahui bahwa perempuan itu – yang dibawah ke UGD di rumah sakit yang sama - meninggal di tempat dengan kepala yang tergilas (maaf).
Yang tersisa adalah:
- Pengendara truk tangki bahan bakar yang tidak tahu menahu itu, harus berhadapan dengan Polisi, dan ada kemungkinan berurusan dengan hukum karena korban tergilas (dan bukan digilas) mobilnya
- Pengemudi motor – yang mungkin pacarnya, dipenjara karena kelalaian
- Pengemudi motor bisa jadi gila menyaksikan terkasihnya meninggal mengenaskan akibat kelalaian dia
- Orang tuan korban trauma dan sakit jiwa (stress atau depresi) kehilangan salah satu – atau satu-satunya – anaknya, dengan cara menyedihkan seperti itu
- Mereka yang berada di sekitar tempat kejadian – termasuk saya – akan tertegun, shocked dan trauma akan kejadian-kejadian seperti itu.
Jelas, pengendara motor tidak mempunyai keamanan terhadap keselamatan dirinya secara maksimal. Silakan sekarang dibahas apa yang pengendara motor di Negara kita sudah siapkan dan lakukan:
- Helm atau pelindung kepala yang tidak kuat yang hanya karena terlepas dan jatuh saja sudah membuat helm retak – apatah lagi helm yang dipakai sebenarnya lebih cocok disebut blangkon – karena hanya menempel – menclok di kepala saja
- Tidak pernah ditemui pengendara motor yang memasang pengaman dengkul dan siku
- Sudah banyak pengendara yang memakai jaket yang sesuai, namun tidak sedikit yang hanya memakai koran saja sebagai pelindung dari angina
- Kendaraan sudah banyak yang baru, namun masih juga ditemukan kendaraan tanpa spion atau dengan ban yang gundul
- Salip menyalip dan kejar-kejaran, yang umumnya disebabkan karena emosi (emosi tersalip, emosi takut telat) menyebabkan rendahnya sopan santun dan tatakrama berkendara. Ujungnya adalah kurangnya perhitungan dalam berkendara
- Kurangnya perhitungan bisa disebabkan oleh nekad dan tidak mau peduli, termasuk tidak mau peduli akan keselamatan diri sendiri.
- Terkadang sebab utama kecelakaan adalah karena kebodohan. Bagaimana tidak celaka jika berkendara dan menulis sms dilakukan bersamaan? Dengan kecepatan motor 40 km/jam (sekitar 10 meter/detik) saja, kehilangan konsentrasi dua detik untuk melihat dan sms, berrati motor berjalan sekitar dua puluh meter tanpa control. Apalagi untuk membalas sms.
Jadi Camkan Bikers! Janganlah kau harap jadi raja jalanan!!! Karena saya peduli dengan keselamatanmu. Keluargamu menunggumu dengan selamat kembali di rumah. Keluarga orang lain pun akan menunggu ayahnya, abangnya, anaknya selamat kembali di rumah tanpa celaka karena kecerobohan orang. Jadilah pengendara yang baik, demi diri anda sendiri.
Cag, 21 Maret 2011-03-21
Tidaklah rugi menjadi orang baik