Maaf, tulisan ini bukan untuk memperkeruh suasana polemik mengenai beginian-begonoan (istilah Kang Kate :-) ). Tulisan ini murni berdasarkan pengalaman dan ditulis untuk mendapatkan respon dan penjelasan dari yang berilmu dan berpengetahuan.
Sebagai seorang anker – anak kereta – menjadi sebuah kenyataan yang harus dihadapi jika suatu ketika terjadi masalah dalam lalu-lintas perkeretaapian – entah itu lintasan tidak ada listrik, sinyal Tanah Abang kacau, banjir dll. Dan jika kenyataan itu terjadi, tinggal kita bersabar menunggu tanpa tahu sampai kapan atau tinggal pakai angkutan lain. Berpindah ke taksi? Lagi macet parah begitu kayaknya tidak efektif. Yang paling efektif adalah OJEK. Jadilah saya memakai ojek dari Stasiun Palmerah sampai dengan Ciputat – demi mengejar waktu.
Ternyata hidup di Jakarta itu memang penuh perjuangan. Dalam kemacetan, bahkan dengan kendaraan roda dua pun, masih membutuhkan waktu satu jam lebih menuju sasaran. Dan sebagai orang yang dibonceng di belakang, lebih dari satu jam itu pula lah saya bertahan dengan mengandalkan tekanan badan ke jok belakang, serta mengandalkan kekuatan otot selangkangan saya untuk menahan gaya horizontal pengereman.
Setelah beberapa lama berkendara, saya mulai merasa pegal banget di daerah selangkangan itu. Saat abang ojek berhenti karena macet parah, saat itu pula saya mencoba melemaskan otot dengan cara berdiri sedikit – meski tetap dengan posisi kaki mengangkangi jok. Lalu, kendaraan maju lagi. Otot bergerak lagi. Demikian seterusnya.
Di satu area, saya cukup panik. Saya merasa organ genital saya seperti mati rasa. Otomatis saya langsung pegang organ itu – maaf, dan Alhamdulillah masih terasa. Namun karena panik, akhirnya saya duduk tidak bisa diam. Hal ini dimaksudkan agar setidaknya ada aliran darah ke daerah genital itu. Meski mungkin si Abang Ojek tidak nyaman karena penumpangnya tidak bisa diam, tapi setidaknya hal itu sedikit menolong. Sesampainya di Ciputat dan turun dari kendaraan, barulah saya merasakan sakitnya selangkangan. Sakit karena pegal, sedikit keram tadi di jalan, da nada sedikit perasaan mati rasa.
Saat itulah saya lalu berpikir, “Wah kalau seperti ini, mungkin pengendara motor di Jakarta yang begitu banyak, akan mengalami hal yang sama – kesakitan, mati rasa. Apalagi umumnya jarak yang ditempuh mereka jauh-jauh – bahkan ada yang melakukan perjalanan dari Pamulang ke Harmoni. Dan jika mereka merasakannya tiap hari, apa tidak berbahaya itu?”
Dengan artikel ini, mudah-mudahan ada Kompasianer yang berilmu dan berpengetahuan atau berprofesi sebagai dokter bisa sedikit menjelaskan resiko terhadap organ genital pengendara pria akibat terlalu lama berkendara? Ya, mungkin bisa berbagi kebaikan sehingga setidaknya para pengendara pria sadar akan kesehatan organ yang penting bagi masa depan.
Berkaca dari pengalaman yang saya alami sendiri, dan karena saya bukan dokter, maka saya hanya menyarankan para pengendara motor untuk banyak-banyak saja mengistirahatkan tubuh anda – kaki, tangan, selangkangan dan lain-lain. Mampirlah di tempat-tempat pemberhentian – seperti kedai kopi atau pom bensin, dan bergeraklah. Mudah-mudahan ini akan membantu.
Cag, 14 November 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H