Membaca koran tempo edisi Jum'at 25 Februari di halaman A5 berjudul "Didesak DPR, kewenangan pengawasan komite pajak dipangkas", saya ikut merasa kecewa karena usaha keras Pak Agus dalam sidang-sidang sebelumnya yang berusaha mempertahankan kewenangan komite - yang berhasil membongkar penyelundupan dua kontainer berisi Blackberry dan barang elektronik di Pelabuhan Tanjung Priok, akhirnya mentok.
"Keberhasilan komite membongkar penyelundupan menuai protes anggota Komisi Anggaran DPR. Mereka menilai langkah komite ikut mengawasi bea dan cukai telah melampaui batas kewenangan instansi lain". Padahal hemat saya, sebuah keberhasilan sepatutnya diapresiasi, apalagi keberhasilan pembongkaran penyelundupan dalam spirit pemberantasan korupsi.
Entah alasan apa yang menyebabkan Pak Agus menyerah. Yang menjadi perhatian saya adalah sebuah kalimat yang patut dipertanyakan sebagai alasan anggota Dewan: Â "langkah melampaui batas kewenangan instansi lain".
Kenapa patut dipertanyakan? Karena yang mengucapkannya adalah anggota legislatif yang sedang menjadi sorotan berhubung dengan penerapan standar yang membingungkan. Jika harus jujur, pertanyaan yang sama pun patut diajukan kepada para anggota DPR, apakah tindakan mereka selama ini telah melampaui batas kewenangan instansi lain?
Sebagai masyarakat, kita sebenarnya sudah disuguhi jawaban yang jelas dari beberapa headline media seperti dari berita utama korantempo edisi 22 februari yang mengutip Wakil Ketua DPR " DPR akan merombak wewenang lembaga KPK" karena "mempunyai wewenang yang terlampau besar". Bukankah ini melampaui batas kewenangan instansi lain?
Saya tertarik dengan komentar Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi UGM, Zainal Arifin Mochtar di koran yang sama terhadap keinginan dewan memangkas wewenang KPK. Beliau justru mengusulkan pemikiran terbalik: memangkas kewenangan dewan, yang perlu dipangkas antara lain peran DPR dalam menguji setiap pejabat tinggi lembaga negara, dominasi DPR yang menghilangkan peran DPR dalam tugas legislasi dan kegandrungan DPR menggunakan hak angket. (Sayangnya komentar beliau tidak mendapatkan porsi pemberitaan yang besar, sehingga hal penting seperti ini tidak tertangkap masyarakat).
Lalu, saya coba akses dpr.go.id, dan mencoba memahami apa tugas dan wewenang anggota DPR.
Mencengangkan! Ternyata tugas dan wewenang utama anggota DPR adalah melulu berhubungan dengan produk undang-undang (itulah kenapa DPR disebut lembaga "legislatif"). Dan hanya di point terakhir saja terdapat satu baris yang berhubungan dengan aktifitas mutakhir dalam bentuk dengar pendapat yang sepertinya menyedot tenaga, waktu dan perhatian anggota dewan sehingga sepertinya melalaikan tugas utamanya sebagai pembuat undang-undang (mungkin bisa diklarifikasi berapa jumlah undang-undang yang sudah dibuat selama ini). Tugas itu adalah: Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan/konsultasi, dan pendapat. Tugas ini pun sepertinya selevel dengan tugas di baris selanjutnya, berupa: Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, yang berada jauh di bawah tugas sebagai pembentuk undang-undang.
Memang di bagian lain dari tugas dan wewenang, anggota dewan pun memiliki hak dan kewajiban, salah satunya adalah hak mengajukan pertanyaan dan menyampaikan usul dan pendapat. Hak seperti ini yang mungkin sedang - dan sepertinya sering - digunakan oleh anggota dewan. Tetapi mereka harus sadar, bahwa di samping hak terdapat juga kewajiban seperti: melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah , mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,kelompok dan golongan dan menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.
Itulah yangmembingungkan masyarakat, yang sekarang sudah tambah pintar karena paham akan tugas, wewenang, hak dan kewajiban anggota dewan (masyarakat yang mengenyam pendidikan diajari ilmu pemerintahan selama sekian tahun, dari smp sampai kuliah). Dan ini pula yang selalu ditafsirkan sebagian masyarakat sebagai "standar ganda".
Jadi pertanyaan di pikiran saya terhadap apa yang terjadi dengan Pak Agus Marto adalah: "siapa ya yang melebihi batas kewenangan?"