Mungkin kita pernah atau sering mendengar pemisalan jika pernikahan itu ibarat sebuah rumah. Ada pondasinya. Ada atapnya. Ada temboknya. Ada ruangan-ruangannya. Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa kadang membangun rumah  tidak selalu membawa material baru , tapi juga kadang membawa juga material lama?
"Jika Pernikahan adalah Sebuah Rumah". Begitu nama judul tulisan yang menarik perhatian saya di dalam buku terbaru Fahd Pahdepie, Cerita Sebelum Bercerai. Iya, menarik. Karena ya itu, lah kok bener juga kalau dipikir-pikir mah.
Saya kutip sebagian kecil kalimatnya yang sangat menarik itu.
"Fondasinya digali dari luka-luka masa kecil atau masa remaja. Temboknya didirkan dari batu bata perasaan yang kadang sedih, gelisah, optimistis, bahagia atau sesekali terlalu percaya diri. Jendela dan pintu-pintu dipasang dengan rasa takut atau rasa kesepian. Sementara atapnya disusun dari genteng-genteng yang mungkin retak karena pernah dikecewakan atau dikhianati".
Nah loh. Jleb banget kan.
Apalagi judul bukunya sudah mengundang. Cerita Sebelum Bercerai. Judul yang langsung memunculkan prasangka praduga: "emang Fahd sudah cerai?", "ini buku tentang perceraian", "kayaknya berisi tips-tips dari dia yang pernah mengalami perceraian". Dan imajinasi-imajinasi liar lainnya. DI sisi ini saja, saya acungi jempol deh.
Tapi buku ini perlu dibaca bagi mereka yang sedang berpikir untuk bercerai. Sehingga pembaca "menemukan kejernihan berpikir dan kedalaman merasa yang baru, sebelum membuat keputusan-keputusan besar".