MRT jalur Lebak Bulus -- Bunderan HI sudah selesai. DIperkirakan akan beroperasi dalam beberapa bulan kemudian. Dan sekarang, tanpa dinyana, Jakarta pun akan memiliki LRT -- Light Rapid Transit.
"Kota dengan jumlah penduduk di atas satu juta, harusnya punya angkutan massal', begitu kata Pak Zulfikri, Dirjen Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan pada acara FGD 'Pembangunan LRT Jabodebek & Sumsel untuk siapa?', yang diselenggarakan oleh Warta Kota dan Kementrian Perhubungan tanggal 13 Februari 2019 di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Barat.
Betul sekali. Tidak perlu mengingat kenapa begitu terlambat. Kita sambut saja, bahwa transportasi masal sudah datang. MRT t'lah tiba. LRT t'lah tiba. Hore. Hore. Hore. Jadi, seperti Tasya di lagu "Libur t'lah tiba".
 "Arini, masih ada kereta yang akan lewat".
"Tujuan pengadaan LRT untuk meningkatkan kualitas hidup'.
Demikian Pak Pundjung Setya Brata, Direktur Operasional II, PT Adhi Karya yang juga hadir dalam acara itu. Tentu saja. Dengan perencanaan yang matang, termasuk koneksi antar moda transportasi lain, busway dan commuter line, LRT juga menusuk ke pusat bisnis. Bahkan jarak CIbubur -- Dukuh Atas bisa ditempuh hanya dalam waktu 35 menit saja.Â
Mempersingkat waktu adalah unsur utama dalam meningkatkan kualitas hidup, bukan. Terutama bagi warga Jakarta yang "dipaksa" tinggal di luar Jakarta -- Jakarta coret ataupun kota satelit -- karena harga rumah dan tempat tinggal yang tidak terjangkau dan yang terbiasa pergi pagi pulang pagi (penghasilan pas-pasan :) ).
Untuk mempersingkat waktu itu, maka frekuensi kedatangan kereta pun menjadi hal utama. Sebagai anak kereta, saya sangat merasakan betul pentingnya waktu menunggu antar kereta -- disebut juga headway. Ketika Commuter Line tujuan Serpong -- Tanah Abang menutup pintu untuk berangkat persis ketika saya melewati gate masuk, saya tidak perlu mengelus dada.Â
Seperti petuah untuk yang putus cinta: "Lepaskanlah, maka semoga yang lebih baik akan datang. Lepaskanlah, maka semoga suasana hati akan lebih ringan". Tenang. Karena, kereta selanjutnya akan datang. Persis lah jika dihubungkan dengan judul filem jadul dibintangi mantan Gubernur Banten, Rano Karno: "Arini, masih ada kereta yang akan lewat".