Ratusan komentar muncul di bawah postingan terakhirku di tiga media sosial. Twitter, Facebook dan Instagram. Menggembirakanku. Medsosku ternyata aktif, dibaca dan direspons tidak hanya dapat like saja. Padahal isi postinganku sederhana. "Apa yang harus dilakukan Menag?". Â
Komentarnya bagus-bagus sih, meski yaaah gimana ya, standar juga sih. Tapi komentar-komentar mereka ya saya respon lah. Itu adab, kan. Sebaliknya, banyak juga komentar negatif bin nyinyir muncul. Malah ada yang membuat emosi banget nih. Ya, saya respon juga lah. Responnya adalah dengan tidak merespon. Itu juga adab, bukan? Padahal ya, postingan itu justru disiapkan untuk memberi landasan menangkal hoax.
Tapi, ada beberapa komentar yang menarik nih. Â Ini nih lima komentar yang out of the box kali ya. Mau tahu kan?
Rombak dulu wewenang dan tanggung jawab Menag, Bro. Jadul banget tuh - @rezaahmad
Nih komentar nohok banget. Memang sih bahasa di website Kemenag saja agak-agak resmi formal gitu dan kadang membuatku bingung. Wewenang dan tanggung jawab juga kurang spesifik, terukur, realistik, bisa dicapai dan ada rencana waktu. Betul banget, butuh kejelasan yang spesifik, mana ranah Kemenag, mana area MUI, bagaimana wewenang Kemendikbud, siapa yang menjalankan fungsi koordinasi. Harus diubah dari sejak awal nih. Harus ada penguatan yang jelas dari Presiden nih.
Lo gak bisa kerja sendiri, man. Lo gak bisa jadi Superman sendirian. Superman sama Batman plus Wonder Woman saja bisa jadi Justice League kan - @affandi
Lah, ni sohibku Si Fandi ini kayak bisa baca kepalaku.
Gimana Kementrian Agama bisa kerja sendirian menangkal hoax atau hatred speech coba kalo gak sinkron sama Kementrian Pendidikan. Hoax sama hatred speech sudah jadi bahaya laten gini, harus membuat beberapa kementrian bersinergi ya. Tidak bisa tidak euy. Banyak irisan masalah. Kemenag harus bekerja bareng Kemendikbud karena menyangkut pendidikan, pengajaran dan memasukan sebagai bahan ajar.
Berdua kementrian pun percuma jika Kemeninfo tidak diajak. Kita kan tahunya dari sisi pendidikan dan keagamaan, perlu lah sinergi dengan yang jagonya teknologi. Lah, masalah hoax saja adanya di medsos. Mesdsos terikat erat sama teknologi. Kemeninfo kan tahu apa yang bisa dilakukan sampai blok-ngeblok segala dan mengetahui sumber hoax dan cara mencegahnya.
Eh, jangan lupa Kemenpora. Pengguna medsos adalah anak muda, ya seusia milenial sepertiku ini lah. Jadi perlu sinergi dari Kemenpora tentang pendekatan sama generasi milenial itu gimana. Kan Kemenpora ada konten pemudanya, gak hanya olah raga. Gak mungkin lah pendekatan generasi jadul dipakai buat generasi milenial. Wonder Woman bawa pedang. Gak mempan Babang.
Tuh hampir lupa. Kemenhumkam juga diajak untuk penguatan hukum dan kepolisian. Pokoknya pihak-pihak terkait dibuat sinergi ya. Kalau gak ada yang ambil inisiatif, mendingan kuambil saja insiatif itu. Kubuat sinergi dari mulai perencanaan sampai dengan sosialisasi.
What you do is right. Utamakan selamat dunia akhirat. Utamakan akhlak, Akhi - @abuaxel
Hmmm.... Utamakan selamat. Maksudnya apa ya? Kayak iklan jadul yang pernah diceritain kakek. Terus apa yang right? Ngerti deh.
Ni akun @abuaxel ini komentator setia. Sejuk. Dia tahu styleku. Eh, emang aku pernah posting deng kalo aku tidak pernah balas konten nyinyir dan hatred speech. Ngapain juga. Followerku kayaknya hapal, langkah pertama kalau ada yang nyinyir itu ya jangan dibalas. Langkah kedua  cek profil akunnya. Kalau gak ada update, status dan cuman beberapa foto, dipastikan itu akun palsu bagian dari buzzer.Â
Langkah tiga ya laporin. Ini yang penting, biar sumber hatred speech dan kenyinyiran yang dibuat oleh seseorang yang dibayar itu ditangkap. Potong langsung mata rantainya.Â
Satu sumber hatred speech dipotong, follower akan kehilangan figur yang difollow. Nanti kan akan kelihatan kalo akun beneran nerusin hatred speech, tangkap saja dengan landasan Undang-undang kontemporer. Paling sekali dipanggil polisi saja sudah terkencing-kencing. Kalo akun atau profilnya terus menerus mengunggah hatred speech, lanjtukan proses hukum di pihak mana saja orang itu berada.
Akhlak. Maksud @abuaxel kayaknya menyangkut penggeloraan unsur AKHLAK ke berbagai pihak. Oke. Jelas. Statusku sudah memulai akhlak itu dengan tidak balas komentar nyinyir. Ini juga yang harus Kemenag populerkan dan share lebih jauh agar umat mengutamakan akhlak dalam setiap lini kehidupan. Akhlak yang akan tercermin dari perilaku dan adab.Â
Sebagai Menteri, kenapa harus takut untuk menegur pejabat pemerintah, pemuka agama, politisi dan public figure yang seenaknya mengumbar amarah, emosi dan pendapat pribadi penyulut konflik yang tidak mencerminkan akhlak yang dianut. Bukankah justru mereka-mereka yang mengaku dan diaku sebagai public figure itu yang terkadang berlaku tidak mencerminkan akhlak mulia.
Ya Ilahi. Rosulullah saja diturunkan ke dunia untuk menyempurnakan AKHLAK. Got the point akhi @abuaxel.
Tegas bro, meski sekampung - @hulkkampung
Gak ngerti apa maksud komentar ini. Tapi rasanya dalam banget artinya.
Ketegasan terhadap teman sekampung. Seakidah, mungkin ya. Harus sama tegasnya. Tegas demi keteraturan hukum dan kemasyarakatan. Ini berarti Kemenag harus mengambil inisiatif kolaborasi dengan MUI tentang langkah nyata penangkalan hoax - contohnya. Juga dengan organisasi kemasyarakatan yang ada.Â
Kenapa juga tidak dilakukan diskusi yang sama dengan rapat penentuan awal Ramadan untuk kasus-kasus yang membahayakan umat: terancamnya persatuan dan persaudaraan.Â
Semangat penentuan Ramadan sudah bagus tuh, tidak ada yang merasa lebih baik dan lebih benar dari yang lain. Bagus juga tuh diadopsi untuk mencari kesepahaman dalam menjaga ukhuwah sesama meski berbeda pilihan. Hasil ini pun bisa menjadi landasan ketegasan dalam bertindak. Jika perlu, nanti akan diminta Presiden turun tangan untuk kebaikan dengan mengusulkan Peraturan Pemerintahnya. Â Tanpa ketegasan, berbagai pihak akan memanfaatkan kelemahan.
Ketegasan serupa juga harus diambil untuk meyakinkan bahwa MUI pun efektif dan fatwanya dipahami, dimengerti dan dilaksanakan. Dan jikapun berbeda pendapat, kembali utamakan akhlak.
Cool communication, mister - @anakgaul
Entahlah, ini komentar itu pujian, statement atau apa. Tapi intinya oke punya. Kemenag harus komunikatif dan mengkomunikasiakn AKHLAK dengan memanfaatkan semua lini untuk mengcounter kenegatifan dan kenyinyiran dan menggaungkan ketegasan bersikap. Komunikasi tidak hanya dalam area aman, tetapi berani menunjukkan posisi yang berseberangan dengan public figure yang tidak berakhlak, tentunya atas hasil diskusi dengan pihak-pihak berkompeten. In yang terkadang lupa. Keberanian menunjukkan posisi berseberangan pun dilakukan dengan akhlak yang baik.
Pengkomunikasian pun dilakukan lintas kampung, lintas generasi dan dari hati. Saatnya Kemenag memegang kendali bahwa segala yang dilakukan dari hati, ikhlas, untuk tujuan bersama, akan memberikan hasil yang diharapkan: terjaganya persatuan dan persaudaraan.
@anakgaul pun sepertinya memberi sinyal agar Menag menjadi anak gaul yang shaleh, Â merangkul anak gaul, blogger, vlogger, influencer untuk meneruskan pesan-pesan akhlak kepada semuanya.
Gak apa-apalah  jadi Menag Milenial itu sepertinya lebih repot. Tapi, ini kan karakteristik Millenial: menyukai tantangan dan aktivitas sosial yang bertujuan untuk kepentingan bangsa.
#####Â
Ah, itu hanyalah sketsaku kalau jadi Menteri Agama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H