Jarang, sangat jarang si Ayah berpikir tentang hadiah-hadiah di hari Lebaran. Seingatnya, jaman si Ayah kecil mah jarang ada hadiah-hadiahan. Jadinya, kebiasaan itu menular lah ke anak-anak, termasuk si Ade. Si bontot. Baru tahun ini si Ayah berani menawarkan hadiah kepada dia.
"Nanti, kalau Ade tamat puasa sebulan penuh tanpa bolong, Ayah kasih hadiah loh".
Lalu si Ayah menyebutkan nominal rupiah untuk tiap hari puasa penuh. Si Ade berbinar ceria. Senang sekali. Tapi ya gitu. Beberapa hari puasa, "hadiah" yang dijanjikan itu sepertinya menjadi hal yang biasa. Bisa jadi karena tidak ada efek surprisenya. Bisa jadi karena dia sudah mulai paham hakikat puasa "mencari keridoan Allah, bukan mencari hadiah".
Jadilah si Ayah bertanya tudepoin.
"Kalau buat Ade, apa hadiah lebaran yang paling Ade sukai?".
Si Ayah sudah membuat daftar dugaan jawaban si Ade. Baju lebaran baru yang dibeli Ibu. atau angpow puasa tidak bolong. Tapi semuanya salah. Karena jawaban si Ade adalah: Coklat.
Hadeuh. Sudah mah jawabannya tidak diduga, sebuah coklat, malah nyebutin hadiah dari orang lain. Uwaknya. Bukan hadiah dari ayah atau ibunya.
"Kenapa emangnya, coklat dari Uwak?" tanya Ayah menyelidik.
Si Ade menjawab dengan santai.
"Habis enak banget Yah. Gak terlalu manis. Kan, Ade sudah manis". Plis deh, sudah ah jawabannya mengejutkan, eh dia bercanda lagi.