Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tidak Ada Polemik Warung Buka di Bulan Puasa dari Cara Pandang Anak Kecil

25 Mei 2018   16:09 Diperbarui: 25 Mei 2018   16:24 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Loooh, kok tukang ketopraknya jualan Yah?".

Masih nempel di benak, ketika pertanyaan itu muncul dari anak kecil berpipi temben. Nailah, anak itu yang biasa dipanggil Ade, nyeletuk begitu saja. Saat itu dia baru berusia enam tahun kalau tidak salah. Sekolah di Taman Kanak-kanak. Sedang memulai membiasakan berpuasa sampai Maghrib. 

Sebuah pertanyaan yang khas anak kecil. Jujur. Bertanya sesuatu yang menurut dia kontradiktif. "Disuruh berpuasa, lha ini kok ada yang jualan makanan. Katanya puasa?". Begitu mungkin pikirnya.

Celetukan si Ade itu bisa dipahami oleh si Ayah. Dan si Ayah bahagia karena dia mau bertanya. Tentu saja dia kebingungan. Karena hakekat berpuasa yang dia pahami masih berkutat dengan "tidak makan dan tidak minum di siang hari". Itu saja. Sederhana. Dia belum memahami konsep berpuasa lebih jauh.

Memang sih di sekolah dia diberi tahu tentang sabar. Tetapi konsep penerapan dalam berpuasa mungkin belum sampai. Belum lagi konsep tentang "menahan diri". Dan di sinilah peran si Ayah, dan si Ibu tentunya, untuk memberikan penjelasan sesederhana yang bisa ditangkap anak kecil.

"Dia kan berjualan bukan buat buat orang yang berpuasa De. Kan orang-orang itu ada yang tidak bisa berpuasa. Anak kecil yang lebih kecil dari Ade contohnya. Atau nenek-nenek, kakek-kakek yang sudah tidak kuat berpuasa. Atau yang lagi sakit. Mungkin di rumahnya mereka tidak masak, jadi mereka akan tertolong dengan adanya tukang bubur itu", gitu kira-kira jawaban Si Ayah saat itu.

"Tapi Ade jadi lapar Yah", kata dia setelah cukup lama. Calon-calon tangis sudah muncul dari suaranya. SI Ayah berusaha menenangkannya. Rengekannya tidak dijawab. Cukup diberi senyum saja. Atau pelukan kecil. Serta sedikit penambah semangat. "Kamu hebat De".

Dua tahun kemudian, beberapa hari lalu.

"Yah, itu kenapa warungnya ditutup pakai gorden?" tanya Ade. Siang itu kita jalan melintas di depan rumah makan yang gordennya diturunkan.

Si Ayah tidak langsung menjawab. Dia malah balik bertanya. "Menurut Ade kenapa?".

"Karena ini bulan puasa", jawab dia. Gitu. Tanpa ada rengekan. Tidak ada "gugatan". Tidak ada desakan agar rumah makan itu tidak jualan. Juga tidak ada komplain agar dia bisa berbuka. Sebaliknya, dia tenang-tenang saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun