Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

“Berhamba pada Sang Anak” di Era Generasi Z

25 Mei 2016   15:46 Diperbarui: 25 Mei 2016   16:29 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ya...ya.... memberi pengetahuan agama sejak dini. Ya...ya...mengontrol, mengawasi apa yang dilakukan anak. Ya...ya...membatasi waktu dan mendisiplinkan. Ya...ya.....”. Padahal mereka – orang tua - pun dihujani tekanan kehidupan di sana sini yang semakin menjadi-jadi. Tanpa adanya daya tarik atau daya tekan bagi mereka untuk tetap menjalankan peran sebagai orang tua dalam mendidik anak, jadilah mereka menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada sekolah. Jadilah mereka kehilangan kedekatan dengan anak. Kedekatan sebagai sumber pertama keberhasilan pendidikan.

Sekolah kehilangan “ruh” pendidikan

Memang selama ini sekolah dan orang tua atau keluarga sepertinya selalu berada dalam dua kutub berbeda. Kedekatan orang tua dengan sekolah tidak ada. Orang tua atau keluarga “menyerahkan” sepenuhnya pendidikan anak kepada sekolah. Sementara itu sekolah “mengembalikan” tugas itu kepada orang tua atau keluarga mengingat itulah tugas utama orang tua – berhamba pada anak. Jadilah Jaka sembung bermain wayang. Gak nyambungsayang.

Sekolah lalu menjadi tempat membuat anak menjadi pintar nan pandai, berIQ bak Habibie, rapor mentereng dengan nilai yang genjreng, rangking satu tujuan nangkring, berujung ulangan, PR dan tugas tak tuntas-tuntas. Pucing pala babe. Pucing pula pala bini. Au ah gelap.

Hal ini diperberat dengan beban seorang guru yang bejibun beserta dengan kebingungan yang menyertainya. Bukankah gonta-ganti kebijakan itu membingungkan dan tidak membumi? Kebingungan yang menggiring para guru menjalani profesinya bak seorang buruh, hanya mengejar KPI (key performance indicator) dan tuntutan dari kurikulum.

Seperti apa yang diutarakan oleh Bu Anni, seorang guru dari Sukabumi, “Profesi guru sudah kehilangan "ruh" pendidik. Banyak guru yang menjadikan profesinya semata-mata hanya sebagai mata pencaharian saja. Mengajar, setelah itu pulang. Mereka tidak melaksanakan tugas utama guru, yaitu mendidik! Makanya wajar, produknya adalah anak-anak yang sekolah tapi kelakuannya kurang ajar”2.

Let’s having fun!

Buah kelapa buah kedondong. Gimana dong?

Mari kita bergembira ria. Let’s having fun

Loh. Buah kelapa dibelah batu. Masa begitu?

Coba kita lihat kegembiraan di sebuah taman kanak-kanak di bilangan Pamulang, Tangerang Selatan pada suatu hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun