Aku adalah kita. Kamu juga. Dalam sesi kedua kelas inspirasi yang penulis gawangi, anak-anak diberi peran lebih dalam beraktivitas. Sesi kedua ini berisi kerja bersama kelompok. Tugasnya amat sangat sederhana, yaitu tiap anggota kelompok menuliskan cita-citanya masing-masing dalam kertas berbentuk daun, lalu daun-daun itu dirangkai membentuk pohon. Setelah ditempelkan, maka kertas itu dihias seperti pigura dan diberi nama kelompok beserta anggotanya. Mudah bukan? Ide seperti ini penulis adopsi setelah melihat tayangan youtube tentang Kelas Inspirasi versi Indonesia Mengajar, meski dilakukan modifikasi.Aku bisa!!!! Saat sesi pertama selesai, semua anak diminta untuk kembali menghadap kelompoknya dalam lingkaran kecil masing-masing. Penulis meminta satu orang dari mereka menjadi ketua kelompoknya. Mencari ketua kelompok itu jangan dianggap mudah, kawan. Apalagi dalam kondisi di mana kelompok itu baru dibentuk setengah jam sebelumnya dan berisi anggota yang sebagian besar tidak saling mengenal, dan dari tingkatan kelas yang berbeda. Itulah kenapa, penulis merasa bahagia dan bangga dengan mereka, anak-anak itu, yang dalam waktu singkat berhasil memilih wakilnya sebagai ketua. Caranya memang berbeda-beda. Ada grup yang sibuk menunjuk sana dan sini, yang ditimpalin gelengan kepala, meski berujung sepakat juga. Ada anggota grup yang menunjuk temannya yang satu sekolah di kelas tertua, yang langsung diiyakan. Ada grup di mana anggotanya langsung menunjuk satu orang, karena mungkin melihat "aura" kepemimpinan dari orang itu. Dan ada grup yang anggotanya justru menawarkan diri menjadi ketua, yang kemudian langsung disetujui anggota lainnya. Kejadian singkat seperti ini sebenarnya menunjukan bahwa anak-anak itu sudah memiliki tanggung jawab social di mana mereka bermufakat untuk mencari perwakilannya. Kentara juga jika beberapa mereka memiliki kepercayaan diri bahwa mereka bias menjadi ketua. Hal ini adalah modah yang besar bagi mereka kelak, untuk menjadi seorang pemimpin, baik itu pemimpin di lingkup besar maupun kecil.
Â
Berbeda-beda tapi memang beda Penulis membekali tiap kelompok dengan satu kantong plastic kecil. Kantong itu berisi kertas tempel berbentuk daun sebanyak jumlah anak di tiap kelompok, spidol, lem. Diberikan pula kertas putih A4 satu buah. Setelah menerima plastic itu, ketua kelompok lalu bergabung bersama anggotanya. Sangat menyenangkan melihat bahwa anggota-anggotanya kemudian merapat dan begitu dekat dengan ketua kelompoknya. Mereka yang, sekali lagi, belum mengenal satu dengan yang lain, ternyata bisa melakukan hal itu. Sang ketua kelompok lalu ada yang langsung memberi instruksi yang harus tiap orang lakukan, ada yang berembug dahulu dengan beberapa orang anggota yang dikenal, bahkan ada juga yang melaluinya dengan sedikit perdebatan. Terlihat anak-anak dengan postur yang lebih kecil - dengan tingkatan paling kecil yaitu kelas 2, lebih banyak diam dan mengikuti. Hal yang wajar. Setelah itu, mulailah kesibukan mereka. Hampir sebagian besar kelompok meminta satu orang darinya untuk memulai menggambar batang pohon. Ada sih satu kelompok yang tidak langsung menggambar, tetapi masih berdiskusi. Dalam menggambar pohon pun ternyata mereka melakukannya secara berbeda. Ada yang membuat sketsa garis-garis tipis dulu secara pelan dan hati-hati sebelum garis itu ditebalkan oleh spidol. Ada juga yang ekspresionis langsung menggunakan spidol dengan percaya diri. Ada yang betul-betul mengikuti bentuk pohon dari gambar contoh yang dibuat penulis, ada juga yang menggambar seperti yang dia mau. Begitu pula dalam mengisi cita-cita di atas kertas berbentuk daun. Sebagian besar grup meminta anak-anak itu mengisi cita-citanya di atas daun-kertas langsung sebelum daun-daun itu ditempel di kertas putih. Tapi ada sebagian lain yang justru mengisi daun-kertas itu setelah daun-daunnya membentuk pohon di kertas putih. Di segmen ini, sikap ketua kelompok bisa terlihat. Ada ketua kelompok yang sigap memberi instruksi, ada juga yang asik menggambar pohon dan membiarkan anggotanya diam kebingungan.Â
Minggir, biarkan wanita berperan Saat menjelang waktu selesai, saatnya kelompok melakukan finishing touch: memberi garis seperti bingkai. Menarik melihat apa yang mereka kerjakan, karena mungkin bagi mereka inilah saatnya mereka berkreasi bebas membuat sesuatu yang indah berupa garis-garis yang di"ukir indah, atau bahkan garis berpola. Entah naluri yang berkata entah apa, kegiatan ini dilakukan oleh anggota perempuan, meski tidak semua kelompok seperti itu. Terlihat sekali ketelatenan mereka untuk menciptakan gambar atau garis-garis yang rapi. Ada yang melengkapi bingkai itu dengan bunga-bunga lima kelopak, ada yang cukup berupa garis dengan hiasan daun-daun di sudut kertasnya, atau bunga dan daun di sudut tanpa dihubungkan dengan garis pembentuk bingkai, atau bahkan berupa garis-garis serupa ombak tanpa ornament lain.Â
Ini kita. Ini aku. Lalu, kamu siapa? Saat paling akhir dari aktivitas ini adalah menuliskan nama anggota kelompoknya di bawah nama kelompok. Aktivitas sederhana seperti ini masih juga menarik perhatian penulis. Inilah saatnya semua anggota berkenalan satu sama lain secara formal dari nama. Selama satu jam aktivitas kelas inspirasi, mereka tidak memerlukan tahu nama teman-teman di sebelahnya, karena mungkin juga kesempatan itu penulis batasi. Namun, di ujung kegiatan, mereka harus tahu satu sama lain, atau paling tidak mendengar nama teman satu kelompoknya disebutkan. Dalam mengisi nama itu, ada beberapa cara yang mereka tunjukan. Satu atau beberapa kelompok lebih memilih tiap orang datang mendekat ke ketua kelompok, dan lalu menuliskan namanya oleh masing-masing anak. Tapi ada juga kelompok yang lebih memilih menulis nama anggota kelompoknya oleh ketua kelompok dan mengabsen masing-masing anggotanya. Cara lain adalah mengedarkan kertasnya bergiliran untuk diisi nama masing-masing. Apapun yang mereka lakukan, penulis merasakan keberasamaan di antara mereka. Melihat mereka saling berucap, bertanya dan menjawab satu sama lain itu penulis menafsirkannya sebagai satu ucapan "I love you" di antara mereka. Ah, what a wonderful world.Â
And.....this is me. YES. ME Dari keseluruhan sesi kedua ini, penulis ingin memperlihatkan kepada anak-anak bahwa mereka bisa bersaudara, tanpa tersekat suku / ras, terlapis oleh tingkatan kelas atau terkotak ruangan sekolah. Mereka bisa bersahabat dengan mudah. Mereka bisa mengenyahkan prasangka, untuk secara gampang bekerja sama. Mudah-mudahan mereka juga tanpa sadar memahami bahwa mereka sebenarnya memiliki potensi yang tidak berbeda dengan anak-anak lain. Juga diharapkan mereka sadar bahwa mereka sudah memiliki modal untuk menjadi calon pemimpin, setidaknya calon pemimpin untuk daerahnya. Yang utama adalah mereka memiliki kepercayaan diri, bahwa inilah aku, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, namun percaya diri mengaktualisasikan diri. Inilah AKU, ya ini aku, yang memiliki potensi dan cita-cita membangun bangsa.Â
Dan inilah daftar cita-cita yang mereka tuliskan dalam kertas berbentuk daun, dengan harapan cita-citanya segar terus menghijau seperti daun yang tidak layu dan diiringi hati bersih seperti kertas.
- Guru (termasuk ada yang lebih detail mendeskripsikan sebagai guru agama, guru IPA dan guru seni)
- Dokter
- Polisi, polwan
- Tentara
- Pemain Bola
- Pemain Voli
- Ilmuwan
- Ahli astronomi
- Astronot
- Perawat
- Penyanyi
- Pilot
- Pegawai
Untuk lebih menyemangati mereka, penulis minta pengurus Rumah Baca agar pohon cita-cita itu tiap kelompok itu dibingkai dan dipajang di dinding Rumah Baca sehingga ada kebanggaan bagi mereka akan cita-citanya. Dan inilah anak-anak yang berani menuliskan cita-citanya itu: Kelompok 1: Dea, Kalista, Wati, Lili, Bela, Okta, Ivan, Erwin, Baba, Agus, Destin,Tini (12)Kelompok 2: Laura, Sisinia, Meta, Mutia, Cindi, Rusty, Charles, Hero, Adrian, Tobias, Yogi, Bunga (12)Kelompok 3: Vera, Tiara, Gita, Sari, Talok, Novi, Sungkalang, Ivan, RIki, Ajae, Aldi, Brasius, Mamat (13)Kelompok 4: Taufan, Apri, Tobias, Aldo1, Aldo2, Triandi, Derus, Dona, Julius, RIo, Jimmy, Desi, Fani, Tina (14)Kelompok 5: Pintik, Yogi, Rianti, Neli, Hermanus, Pandi, Trapani, Prindi, Bondan, Aina, Aromi Haris, Sandi, TImbu (13)Kelompok 6: Roberta, Astrid, Ita, Sindi, Tita, Gilbertus, Petrik, Piki, Bauggak, Momo, Bima, Yohanes, berry, Okta Riyo, Jeksli (15) Ya. Total yang mengikuti kelas inspirasi ini adalah 79 orang. Ya, itulah mereka, harapan daerah, harapan bangsa.Â
MATASO!!!! YES!!! YES !!!! IIIIIIII.......YES!!!!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya