Saya termasuk seorang yang tidak begitu mempercayai GPS untuk membimbing kita ke tempat yg dituju. Alasannya sederhana, karena seringkali apa yang disarankannya bukanlah jalan terpendek. Saya cenderung lebih berbahagia menjadi seorang Dora the explorer yang mengandalkan peta (dan dengan kebanggaan bahwa saya bisa baca peta karena tidak semua orang bisa membaca peta kan?).
Dengan teknologi pula, sebuah peta menjadi tersederhanakan dalam bentuk digital di hape atau iPad. Peta digital memberi kemudahan lain karena bisa menunjukan sebuah lokasi dengan tepat. Tapi disinilah teknologi telah membuat saya tersesat.
Saat itu saya mendapat telepon mengagetkan. Keponakan saya berada di unit gawat darurat sebuah rumah sakit di Cikarang karena tabrakan. Sebagai paman satu-satunya yang berada di Jakarta, saya sigap. Saya harus ke sana. Saya lalu ketik nama rumah sakit itu di iPad, dan langsung saya kemudikan kendaraan. Saya belum pernah mengemudi ke daerah itu. Karenanya saya ikuti saja perjalanan lewat GPS di iPad. Ternyata jaraknya jauh banget.
Setelah sekian lama, tibalah saya persis di titik lokasi rumah sakit di dalam peta digital itu. Saya celingak-celinguk. Ternyata tidak ada satu pun gedung yang cukup tinggi atau layak disebut rumah sakit di daerah itu. Semuanya bangunan rendah rumah kebanyakan diselingi toko-toko semi permanen. Saya putari sekali lagi area itu. Setelah tetap tidak ketemu, lalu saya pakai ajian pamungkas: BERTANYA. Dua orang yang saat itu saya tanya justru memperlihatkan wajah bingung. 'Seumur-umur di sini gak pernah ada rumah sakit, Pak". Halah. Lalu, yang satu lagi kemudian bertanya "Emang benar alamatnya di jalan ini?". Dengan menahan malu di hati saya jawab "Iya. Di jalan ini", padahal saya tahu jawaban itu adalah bohong. Sebenarnya tidak tahu alamat jelas rumah sakit yang saya tuju. Saya hanya tahu namanya saja.
Sewaktu saya telepon kakakku, tahulah saya jika saya sudah tersesat demikian jauh, karena ternyata rumah sakit yang saya tuju berada di Lippo Cikarang, bukan di Cikarang Cibarusah. Dan rumah sakit yang sebenarnya dituju, tadi hampir saya lewati. Saya telah tersesat demikian jauh, dan membutuhkan 30 menit lagi untuk menuju ke tujuan.
Saat itulah saya sadari bahwa teknologi telah membuat saya tersesat. Peta digital yang menjadi panduan saya ternyata hanya memuat satu nama rumah sakit saja di Cikarang, padahal ada dua rumah sakit yang bernama sama di sekitar sana. Iya sih, mungkin bukan teknologinya yang membuat tersesat, tetapi "the man behind the technplogy". Tapi, tidak bisa dipungkiri kemudahan teknologi telah begitu banyak membuat kita abai terhadap hal-hal yang sangat sederhana namun sangat penting, seperti halnya sebuah alamat lengkap. Juga kemudahan teknologi terlalu melenakan, sehingga di satu sisi kita percaya seratus persen terhadap apa yang terpampang di layar peta digital itu, padahal belum tentu data-datanya terverifikasi.
Lalu, apakah saya harus membenci teknologi yang telah membuat saya tersesat?
Ya, tidak lah. Karena justru saya yang harus memperbaiki diri toh. Bahkan sekarang, jika saya ditanya Dora the explorer "Ke mana kita?, jawabannya tidaklah cukup dengan "Rumah Nenek". Tapi ....
"ke mana kita?"
"Rumah Nenek, di RT 5, RW 3, sepuluh nomor rumahnya, jalannya, jalan Cinta ....."
Halah .....