Akhirnya, France Open telah berhasil memiliki seorang juara tunggal putri baru. Dan pecahlah telur catatan tenis dunia, ketika Na Li, seorang petenis dari negara Cina bisa berhasil meraih titel tertinggi di area Grand Slam dengan mengalahkan Fransesca Schiavone dengan 6-4, 7-6 (7-0). Dan ini berarti, untuk pertama kalinya pemain dari benua Asia masuk jajaran petenis top dunia.
Set pertama memperlihatkan secara nyata Li Na menguasai permainan dan mengakhiri set dengan skor 6-4. Konsistensi, determinasi dan kekuatan pukulan adalah kunci permainan Li Na pada saat set pertama ini, yang berhasil mengobrak-abrik permainan Schiavone, yang sebenarnya bermain lepas dengan pukulan yang tidak kalah bertenaganya. Dari statistik 31 winner yang dibuat Li Na, mayoritas dia hasilkan pada set pertama.
Menjalani set kedua, meski awalnya memimpin, body language dan facial expression memperlihatkan ada sebuah tekanan bagi diri Li Na. Kedudukan 4-3 di set kedua sepertinya menjadi titik mundur Li Na. Permainannya menjadi menurun, sehingga mayoritas double fault dari total 24 dia lakukan pada set ini. Penurunan konsistensi Li Na ini secara bagus dimanfaatkan oleh Sciavone dengan permainan menyerang dan pukulan yang lebih bervariasi sehingga enak dilihat. Pada saat Li Na lebih banyak melakukan kesalahan sendiri, terutama dalam melayani tekanan dari Schiavone di sayap sebelah kanan atau persis di daerah badan, Schiavone justru bermain lepas, dengan beberapa variasi drop shot dan maju ke depan net yang cantik serta beberapa slice yang tajam. Bahkan di beberapa pose pukulan Schiavone, sempat terlihat gerakan backhand volleynya Martina Navratilova, backhand spinnya Justine Henin atau backhand slicenya Stefi Graff (meski jangan diharapkan keanggunan Cris Evert atau Marie Pierce yang kontras dengan gayanya yang seperti cengengesan dan cuek.
Schiavone kemudian berhasil menyamakan kedudukan menjadi 4-4 dan bahkan mengungguli Li Na menjadi 5-4, sampai akhirnya memaksa Li Na untuk bermain tie break. Namun, Schiavone pun mengalami kondisi berbalik. Itulah saat Schiavone memimpin 6-5 dan poin berada dalam posisi deuce 40-40, saat penting bagi kedua pemain. Itulah tatkala bola yang masuk diperdebatkan kedua pemain, dan wasit cantik -yang berhasil menengahi dan memimpin jalannya permainan dengn baik, kemudian memberikan poin kepada Li Na, semangat dan determinasi permainan Schiavone yang sedang memuncak menjadi pudar.Setelah titik balik itu, nyata bahwa determinasi Li Na telah kembali, bahkan ditambah dengan variasi pukulan drop shot dan maju ke depan net. Sementara schiavone justru melakukan beberapa kesalahan sendiri yang cukup fatal.
Pada saat tie break, Li Na tidak memberikan kesempatan Schiavone mengembangkan permainan. Dan saat satu pukulan Schiavone pada kedudukan tie break 6-0 keluar, poin itu disambut dengan jatuh berbaringnya Li Na yang berlaku sportif dengan lari menyalami dan memeluk schiavone. Enam puluh sembilan menit set kedua yang melahirkan sejarah.Â
Dan tatkala melihat Li Na tertawa dan tersenyum pada saat menerima trophy, serta mengangkat trophy dengan bangga, dan juga tatkala dia berwajah sendu sewaktu diperdengarkannya lagu kebangsaan Cina, ternyata ada rasa bangga juga melihatnya. Li Na, you did it. Ternyata sebagai seorang Asia, dia telah buktikan bahwa jika ada tekad dan keinginan untuk mencapai yang terbaik, dan dilakukan secara sungguh sungguh, hasil yang memuaskan akan bisa diraih.
Selamat Li Na. Selamat Asia. Juara baruntelah lahir.
Cag, 4 Juni 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H