Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengunduran Diri Pejabat BP Migas? Kejujuran Profesional ataukah Momentum Sebuah Perubahan?

25 April 2011   12:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:24 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara bisa mengambil kesempatan ini sebagai sebuah momentum untuk menempatkan KPI atau indikator keberhasilan sebagai sebuah ukuran yang harus dipenuhi. Karenanya, prioritas utama kementrian ini mungkin adalah mendeskripsikan tugas, wewenang, hak, kewajiban sebuah jabatan dengan jelas, terperinci, tidak tumpang tindih dan jelas pula kriteria penilaian prestasi dan konsekuensi ketidaktercapaian prestasi tersebut. Dari sini, kebijakan akan bisa berkembang untuk melihat keefiktifan lembaga negara, kesimpangsiuran wewenang antar lembaga dan hierarki kewenangan berbagai lembaga.

Presiden pun dalam hal ini bisa menggunakan kejadian ini untuk menggelorakan tata laksana pemerintahan yang baik, dengan memberikan KPI atau tolok ukur yang sederhana dan jelas kepada semua kementrian atau bawahannya, serta memberikan kriteria penilaian serta konsekuensi sebuah kegagalan serta menegakkannya dengan TEGAS. Mungkin salah satu poin dalam indikator keberhasilan para menteri adalah hal-hal yang secara nyata ditunggu implementasinya oleh masyarakat. Bisa saja salah satu indikator utama keberhasilan Departemen Agama adalah tersedianya pemondokan haji di ring satu tahun depan atau terpotongnya waiting list jemaah haji maksimum dua tahun. Bisa saja salah satu indikator utama keberhasilan Departemen Tenaga Kerja adalah terciptanya sekian juta lapangan kerja, dan penurunan pengiriman TKI ke luar negeri sebesar sekian persen. Bisa saja salah satu indikator utama keberhasilan Departemen Pariwisata adalah mendatangkan sekian juta wisatawan atau mendaftarkan sekian ratus peninggalan budaya ke UNESCO tiap tahun. Bisa saja keberhasilan Departemen Pekerjaan Umum adalah tidak adanya perbaikan sarana umum utama pada saat hari raya Lebaran, Natal dan Tahun Baru. Dan bisa saja salah satu keberhasilan Departemen Perhubungan adalah terciptanya transportasi massal di Jakarta pada tahun sekian. Dan ada perlunya jika indikator utama keberhasilan itu dipublikasikan, sehingga masyarakat pun bisa ikut memonitor dan mengevaluasinya. Dan jika indikator itu tidak terpenuhi, maka konsekuensi yang sudah disepakati haruslah secara tegas dilaksanakan, pejabatnya mengundurkan diri sebagai bukti tidak cakap, dan memberi kesempatan kepada mereka yang lebih kapabel untuk mengemban amanah itu.

Agar awal perubahan ini tidak hanya ada di mulut atau di benak, memang sangat dibutuhkan itikad baik - good will dari pemangku pemerintahan. Jika hal ini kemudian diikuti oleh ketegasan serta kebijakan seorang pemimpin di setiap tingkatan, insya Allah kita tidak akan melihat lagi sebuah kewajiban spesifik yang tertunda di satu periode, dan menjadi warisan untuk pejabat-pejabat di periode selanjutnya, atau bahkan tugas tersebut tidak bisa diselesaikan selama beberapa periode. Jika ini terjadi, bukankah sebuah pembangunan berarti tidak tercipta. Padahal, jika seseorang bisa menyelesaikan tugas, kewajibannya secara profesional dan tidak memberikan tunggakan kewajiban kepada penerusnya, maka pejabat selanjutnya bisa berkonsentrasi untuk memenuhi KPI yang baru, yang sesuai dengan tuntutan masyarakat saat itu.

Kita yakin dengan kuasa Tuhan Yang Maha Esa, agar para pemimpin kita mengambil kejadian pengunduran diri di BP Migas ini sebagai sebuah momentum untuk memperbaiki bangsa. Insya Allah.

Cag, 22 April 2011

Ah, seharusnya pemikiran di atas bukankah hal baru, dan sudah ada di pikiran-pikiran para pembesar negeri, mungkin sejak lama. Namun, kenapa tidak terlihat ada implementasinya? Oh, terlalu banyak hal yang perlu dipertimbangkan, demi membuat keputusan yang bisa mengakomodasi dan diterima semua kalangan. Begitu mungkin alasannya. Padahal sebagai pemimpin, tidaklah mungkin bisa membuat keputusan yang menyenangkan semua pihak. PASTI ada yang tidak puas. Bukankah tugas pemimpin adalah memimpin dan mengelola resiko ketidakpuasan tersebut? Ketegasan pemimpin akan lebih dibutuhkan demi kepastian kesinambungan perjalanan sebuah rencana dibandingkan dengan sikap akomodatif tak berujung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun