"Tulisan adalah gambaran pikiran yang kita lukiskan dengan kata-kata dan angka-angka. Tulisan, sesederhana apapun, adalah mahakarya. Kita tidak pernah tahu efek yang ditimbulkan oleh sebuah tulisan. Karenanya, menulislah yang baik-baik agar efek yang ditimbulkan pun baik."
Saya tidak berprofesi sebagai guru, tapi sebagai seseorang yang memiliki dua anak yang sedang bersekolah, sedikit banyak saya tahu tugas dan peran seorang guru. Bagi saya, mereka tidak  hanya mengajarkan anak-anak saya pengetahuan, sikap, atau keterampilan tertentu, tetapi juga mendorong mereka untuk mencintai tulisan atau bacaan, dan segala bentuk kegiatan yang terkait dengannya. Hal itulah yang menarik bagi saya. Sebab, segala bentuk kepintaran atau keahlian yang dimiliki anak kelak, akan lebih bernilai jika ia dapat menuliskan dan menyebarkannya kepada orang lain. Lalu siapakah yang turut berjasa jika ia mampu menebarkan kebaikan kepada banyak orang melalui tulisannya? Salah satunya adalah guru-guru mereka.
Kita semua tahu bahwa keseharian para guru tidak terlepas dari kegiatan tulis menulis. Mulai dari menyiapkan bahan pelajaran, mengajarkan materi tersebut di depan kelas, membuat soal ulangan, hingga menuliskan rapor para muridnya. Semua kegiatan tersebut tidak terlepas dari kegiatan menulis. Menulis seperti menjadi bagian dari diri mereka. Akan tetapi, cukupkah mereka hanya menuliskan itu semua? Â Bahan pelajaran, soal ulangan, dan nilai rapor? Â Demi optimalisasi peran guru dalam pembangunan Indonesia, itu saja belum cukup. Para guru harus lebih banyak menggunakan waktu serta mencurahkan pikiran dan kemampuannya untuk menulis sesuatu di luar kewajiban utamanya di atas.
Para guru memiliki pengaruh yang besar bagi banyak orang. Tidak perlu jauh-jauh kita melihat, jika dalam satu kelas terdapat 20 orang murid saja, mereka dapat memberi pengaruh kepada ke-20 orang tersebut. Bayangkan jika mereka memiliki ratusan murid, pengaruhnya akan terasa luar biasa, paling tidak di lini dasar yaitu murid-murid mereka. Selanjutnya, murid-murid tersebut akan berbagi dengan orang tua mereka dan orang tua mereka akan berbagi dengan lingkup anggota masyarakat yang lebih luas. Maka pengaruh guru pun akan meluas hingga ke batas masyarakat yang jauh dari jangkauan mata mereka. Terdengar seperti sebuah mimpi bukan? Jika iya, maka mari kita buat mimpi itu menjadi nyata.
Lalu, apa yang harus ditulis oleh para guru? Mengapa mereka harus menulis? Kapan, di mana, dan bagaimana mereka harus menulis? Bukan tidak mungkin ada banyak pertanyaan atau pernyataan bermunculan ketika ide "Guru Menulis" terdengar. Keberatan, rasa enggan, atau ketidaktahuan mungkin saja mereka alami. Tapi kita tidak akan pernah tahu kemampuan kita kalau kita tidak mencoba. Hanya berbagi, berikut ini saya paparkan sedikit ide tentang bagaimana para guru harus menulis.
- Mulailah dengan menulis ide-ide sederhana. Tidak perlu jauh-jauh berpikir karena Sesuatu yang sederhana biasanya lebih mudah diterima dibandingkan sesuatu yang lebih kompleks. Ide sederhana itu bisa saja dengan menuliskan mengapa kita harus membuang sampah pada tempatnya.
- Buat ilustrasi cerita yang singkat dan menarik, bisa dengan gambar, foto, karikatur, atau sebuah paragraf pembuka. Kata kunci di sini adalah singkat dan menarik. Jadi, tidak perlu panjang-panjang atau banyak-banyak kita membuat ilustrasi ini, yang penting mengena atau tepat sasaran.
- Tambahkan sedikit data. Data adalah penguat tulisan kita. Di era digital sekarang ini dengan mudah kita dapat mencari data tentang banyak hal. Data yang kita masukkan ke dalam tulisan kita akan menjadi semacam legitimasi bagi tulisan tersebut. Akan tetapi, tentu saja ada kode etik dalam mencantumkan data-data yang kita ambil dari berbagai sumber.
- Pilih kata-kata yang familiar bagi banyak orang. Ingat, mimpi kita adalah menyebarkan kebaikan seluas mungkin melalui sebuah tulisan. Kata-kata yang familiar akan lebih mudah dipahami oleh banyak orang daripada kata-kata yang lebih jarang digunakan ataupun lebih kompleks.
- Hindari penggunaan terlalu banyak istilah. Penggunaan terlalu banyak istilah akan membuat orang-orang bingung dan kurang fokus akan konten tulisan kita. Mana yang kita pilih, mereka memahami konten atau fokus pada istilah-istilah yang kita gunakan?
- Bumbui dengan kalimat persuasif. Kalimat persuasif menyiratkan bahwa bukan hanya orang-orang yang membaca tulisan kita saja yang harus melakukan ide kita, akan tetapi diri kita sendiri pun akan melakukan hal yang sama. Dengan demikian, posisi kita sebagai penulis sejajar dengan mereka yang membaca tulisan kita dan itu merupakan penghormatan bagi mereka. Diharapkan, mereka pun akan lebih membuka diri dan hati untuk menerima ide kita.
Terdapat 2,92 juta orang guru di Indonesia (http://kantorberitapendidikan.net/jumlah-guru-di-indonesia-berlebih). Jika satu orang guru menulis satu buah tulisan, maka total ada 2,92 juta tulisan dapat kita baca. Jika satu guru memiliki 20 orang murid, maka terdapat lebih dari 58 juta orang berpotensi menjadi lahan kita menebar kebaikan. Selanjutnya ke-58 juta orang tersebut akan menebarkan lagi kebaikan tersebut ke orang-orang di sekitarnya, hingga seluruh wilayah Indonesia ini terselubungi oleh kebaikan yang disebarkan melalui tulisan Anda, para guru. Itulah aksi Anda, para guru, untuk Indonesia dan itulah mengapa, Anda, para guru, perlu menulis.
Hal tersebut di atas sepertinya juga menarik bagi Tanoto Foundation yang tergerak untuk mengadakan kompetisi menulis dengan tema pentingnya guru menulis. Semoga, ada banyak ide sederhana yang dituliskan oleh para guru demi kemajuan Indonesia.
____________________________________________________________________________________
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba menulis yang diadakan Kompasiana bersama Tanoto Foundation.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H