Waktu terus berlalu melampaui batas pikir dan juga tenaga kita selama kurang lebih dua tahun ini. Wabah pandemi Covid-19 menyisihkan banyak sekali perubahan, mulai dari bagaimana manusia berinteraksi secara sosial, lalu di lanjut budaya hidup bersih sudah menjadi rutinitas kehidupan sehari-hari, hingga dalam menciptakan ruang diskusi sekarang ini lebih banyak memanfaatkan media daring.Â
Tentu semua ini sudah melekat dan menghadirkan esensi kehidupan manusia yang baru. Tulisan ini akan mencoba membuka ruang dialektika terkait apa yang dapat dilakukan mahasiswa keperawatan setelah pandemi Covid-19 ini.
Sebagai kaum intelektual, mahasiswa dipandang mempunyai peran besar dalam mengubah tatanan sosial, narasi yang berkembang selama ini menyebutkan bahwa mahasiswa adalah generasi penerus bangsa yang mampu membuat perubahan- perubahan positif untuk masyarakat.Â
Hal ini menjadi dualisme sudut pandang, yang pertama yaitu mahasiswa mempunyai keistimewaan karena gerakannya itu murni untuk bangsa dan negara, atau malah sebaliknya, yaitu sebagai beban, karena semua pergerakan mahasiswa di pandang murni, jadi harapannya tidak boleh ada kesalahan dan narasi yang dipropagandakan harus pro kepada rakyat. Terlepas dari itu, sebagai mahasiswa harusnya bisa bersyukur karena tidak semua orang dapat mengenyam pendidikan.
Mahasiswa sering kali melontakan kalimat bahwa ia adalah sosok yang akan selalu membela kebenaran dengan narasi utamanya yaitu penyambung lidah rakyat, mahasiswa juga katanya mempunyai beberapa fungsi yang menjadi pondasi dalam pergerakan, contohnya saja mahasiswa sebagai agen perubahan.Â
Mahasiswa selalu mempropagandakan sebagai sosok yang akan melakukan perubahan, lalu pertanyannya, perubahan apa yang di inginkan mahasiswa, atau gerakan seperti apa yang dapat di implementasikan agar tercipatnya suatu perubahan, atau lebih mendasar lagi, perubahan apa yang terlintas dalam pemikiran mahasiswa, tentunya semua mahasiswa mempunyai anatomi perubahannya masing-masing, dan ini sangat subjektif jika menjadi sebuah pertanyaan.
Wacana perubahan yang ada dalam pemikiran mahasiswa mungkin saja akan berbeda dengan kejadian dilapangan. Ide-ide inovasi yang telah di susun sedemikian rupa tidak menutup kemungkinan semua itu tidak berjalan lurus dengan implementasi ketika pelaksanaan.Â
Semua itu dapat atasi dengan cukup baik jika memang mahasiswa bergerak di landasi dengan keikhlasan, karena pada dasarnya manusia mendapatkan pengetahuan dan juga pengalaman dari lima hal, yang pertama yaitu intelegensi yaitu menggunakan panca indra, lalu menggunakan rasio atau akal dalam bergerak, selanjutny nurani yaitu bergerak menggunkan hati bukan sesuka hati, selanjutnya menggunakan naluri yaitu keadaan alamiah ketika sedang terdesak, dan terakhir intuisi yaitu ide-ide yang muncul secara tiba-tiba.Â
Semua hal ini dapat dimaksimalkan oleh mahasiswa dan ketika perencaan tidak sesuai dengan keadaan di lapangan, mahasiswa bisa menggunakan naluri serta intuisi untuk merubah pergerakan sewaktu-waktu.
Mahasiswa bukan hanya sekedar agen perubahan, idealnya, mahasiswa dapat menjadi panutan dalam masyarakat. Berlandaskan dengan pengetahuan, pengalaman, tingkat pendidikan, di tambah dengan norma-norma yang berlaku, dan pola berfikirnya. Tentu hal ini menjadi sebuah landasan dalam pergerakan mahasiswa, agar dalam pergerakannya, mahasiswa selalu bisa berpacu pada semua landasan yang di miliki. Semua ini tidak lain dan tidak bukan harus di landasi dengan perencanaan yang matang.
Sedikit mengingat kembali ke belakang, pada saat Indonesia di landa keterpurukan yang berlarut-larut, sosok perawat menjadi salah satu profesi yang tersorot karena pada saat itu, profesi perawat menjadi sangat popular karena banyak sekali yang menggangap bahwa perawat adalah sosok pahlawan bagi pasien Covid- 19.Â