Mohon tunggu...
Rifkal ArthaYuda
Rifkal ArthaYuda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 keperawatan universitas muhammadiyah kalimantan timur

Aku ingin menulis di kanvas hatimu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemimpin Seharusnya Fokus Meningkatkan Kekuatan, Bukan Memperbaiki Kelemahan

2 November 2021   23:24 Diperbarui: 2 November 2021   23:57 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengalaman dan pelajaran utama yang dapat diambil dari sosok Chairul tanjung sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia ini adalah ia memiliki kekuatan diri yang dapat di maksimalkan dengan baik, sehingga segala kelemahan bisa di tutupi oleh kekuatannya yang begitu dahsyat.

Banyak yang beredar dan menganggap bahwasanya dengan memperbaiki kelemahannya maka ia akan menjadi sosok yang kuat contohnya seperti, ada seseorang yang jago dalam bermain futsal tetapi tidak bisa bermain gitar, atau ada seseorang lainnya yang pandai sekali matematika, tetapi tidak bisa pelajaran melukis, lalu keduanya menganggap kelemahan mereka dalam bermain gitar dan pelajaran melukis adalah hal yang sangat harus diperbaiki. 

Kemudian apakah mungkin apabila si jago futsal belajar gitar ia akan lebih jago dari seseorang yang memang dilahirkan mempunyai bakat di bidang alat musik, atau apabila si jago matematika jika tekun belajar melukis ia akan lebih jago dari seseorang yang memang mempunyai kekuatan di bidang melukis. Dua kasus itu berakhir dengan jawaban yang sama, mereka hanya akan menjadi orang yang rata-rata di bidang yang memang kelemahannya.

Kekuatan dan kelemahan dalam diri manusia memang tidak bisa di pisahkan. Seperti satu kutipan dari Albert einsten "jika engkau melihat ikan dari cara ia memanjat pohon maka selamanya ikan akan merasa bodoh" dari kutipan ini dapat dijadikan refleksi bahwasanya manusia di lahirkan pasti mempunyai kekuatan dan kelemahannya tersendiri maka dari itu dari pada fokus memperbaiki kelemahan, lebih baik fokus meningkatkan kekuatan yang ada pada dalam diri, karena kelemahan tetaplah lemah, berbagai usaha dan cara dilakukan tidak akan membuat jadi hebat, hanya bisa sampai di titik bisa saja.
 
Dalam buku Now, Discover Your Strengths, Clifton dan rekan penulisnya, Marcus Buckingham, menulis: "Tragedi hidup yang sebenarnya bukanlah bahwa masing-masing dari kita tidak memiliki cukup kekuatan, tetapi bahwa kita gagal menggunakan kekuatan yang kita miliki." Dan hal ini sangat disayangkan begitu banyak potensi manusia yang tidak disadari, karena terlalu banyak orang yang berfokus pada kekurangannya. 

Waktu yang dihabiskan hanya untuk meperbaiki kelemahan akan lebih baik jika dihabiskan untuk memperbesar nyala gairah yang sudah ada dalam diri kita. Penelitian yang dilakukan oleh Zenger dan Folkman menginformasi bahwa mereka yang mengupayakan kekuatannya mendapat keuntungan kira-kira dua kali lipat dari keseluruhan ranking kepemimpinan daripada mereka yang menyiasati kelemahan.

Menurut penulis, pemimpin yang berfokus pada kekuatan akan melihat lebih jauh dari sekedar tugas tertentu yang ditetapkan bagi sebuah tatanan pekerjaan, dan bukan hanya sekedar menganut semangat untuk selalu bekerja, tetapi tujuan yang lebih besarnya adalah melampaui nilai rata-rata dan menumbuhkan rasa ingin tahu, keberanian, dan tim dengan perspektif serta narasi yang kuat. 

Sebagai pemimpin yang telah mempelajari dan mulai menguasai kekuatan sendiri, akan dapat menuntun anggota tim untuk membangun, dan mengarahkan semangat mereka. Mereka kemungkinan besar akan mencapai sesuatu yang besar dan lebih baik. Memimpin dengan kekuatan akan bisa lebih mudah mentransfer semangat dan juga sikap kepada bawahannya, karena secara tidak langsung bawahan akan mengambil sisi kekuatan dari pemimpinnya.

Walaupun pemimpin tidak boleh mengabaikan kelemahan yang ada, tetapi karena pemimpin juga manusia mempunyai energi yang terbatas, maka sangat tidak bijak sekali kalau hanya fokus untuk memberbaiki kelemahan. Menurut penulis, seseorang tidak bisa bekerja dan bekarya menggunakan kelemahannya, walaupun peluang hadir, tetapi jika peluang itu hanya hadir untuk kelemahan, lebih baik mencari peluang lain yang memang bisa kita gunakan untuk kekuatan yang dimiliki. 

Pemimpin harus bisa berfokus pada perilaku yang mendukung gagasan bahwa kinerja seseorang akan lebih baik ketika mereka fokus pada sesuatu yang mereka bisa dan senang melakukannya karena dengan begini, merka akan menjadi lebih fleksibel, kreatif dan mudah beradaptasi dengan lingkungan, dan juga percaya diri lebih meningkat, lebih puas dan dapat menemukan makna yang lebih dalam pekerjaannya.

Teori terkait pemimpin itu memang banyak sekali, ada yang mengatakan bahwa pemimpin adalah turun temurun atau biasa disebut dari gen sudah memang dilahirkan untuk menjadi pemimpin, ada juga yang mengatakan semua orang dapat menjadi pemimpin, mau itu pemimpin yang skalanya kecil ataupun besar. Dan penulis sangat sepakat bahwa semua orang bisa menjadi pemimpin dan langkah awal untuk menjadi pemimpin yang efektif adalah dengan mengetahui dahulu kelebihan yang ada dalam pada diri, dengan itu kita dapat menjadi pemimpin yang lebih efektif, berintegritas dan bijaksana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun