Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang didirikan dalam rangka mengakomodir semangat ber aqidah dan bermuamalat bagi ummat muslim Indonesia untuk bisa melakukan transaksi keuangan dengan sistem yang di legalkan oleh Al-Qur’an dan Hadits sehingga akan menimbulkan kenyamanan dan ke khaffah-an dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Produk-produk perbankan syariah pun mulai berkembang seiring dengan kebutuhan dan permintaan pasar, saat ini dominasi produk bank konvensional masih belum terbendung, kemajemukan produk yang ditopang dengan regulasi yang mumpuni pada sistem Bank Konvensional menjadikan Bank Syariah harus segera melakukan percepatan pembangunan sistem yang lebih baik. Sejak Bank Muamalat pertama didirikan atau kurang lebih 22-23 tahun lebih berdiri di Indonesia ini, seharusnya Bank Syariah sudah berada pada posisi yang lebih menjanjikan, akan tetapi jika dilihat dari share dan porsi Bank Syariah saat ini, hal itu belum memperlihatkan sebuah perkembangan yang significant. Jika di analogikan kepada umur manusia, pada umur 22 tahun sudah sewajarnya seseorang sudah memiliki ketetapan pendirian dan memiliki dalam menentukan pilihan sendiri, dan sudah mulai terlepas dari kondisi mencari jati diri. Sehingga bisa kita simpulkan, sudah sewajarnya Bank Syariah sudah lebih kuat dan memiliki jati diri dalam menjalankan operasional usahanya di Indonesia ini. Dari sinilah saya mencoba memberikan sedikit telaah dan pendapat terkait dengan kebijakan dan ketentuan Bank Syariah yang prosesnya saya pikir sudah cukup matang sehingga diharapkan tidak muncul peraturan dan kebijakan yang malah memundurkan semangat bersyariah dalam operasionalnya. Saya baru membaca dan menganalisa Fatwa DSN NO: 87/DSN-MU/XII/2012 tentang Metode Perataan Penghasilan (Income Smoothing) Dana Pihak Ketiga. Analisa saya, Fatwa tersebut dikeluarkan sebagai upaya mempertahankan nasabah Tabungan, Giro, dan Deposito agar tidak pindah ke bank lain apabila pendapatan Bagi Hasil Bulanan yang akan diberikan oleh Bank Syariah lebih kecil ketimbang yang biasa didapatkan. Hal ini juga terkait dengan salah satu profil Manajemen risiko Bank Syariah yaitu Risiko Imbal Hasil yang saat ini mulai menjadi perhatian regulator dan praktisi perbankan syariah. Pada Ketentuan Umumnya ada beberapa teknis yang akan dilakukan untuk menjaga stabilitas dan fluktuasi Bagi Hasil Bulanan pada perbankan syariah, dengan cara : 1. Pengaturan pengakuan dan pelaporan laba atau penghasilan dari waktu ke waktu dengan cara menahan sebagian laba/penghasilan dalam satu periode dan dialihkan pada periode lain. 2. Membentuk dana cadangan untuk mengatur distribusi keuntungan dari waktu ke waktu. 3. Dana cadangan yang berasal dari penyisihan selisih laba yang melebihi tingkat imbal hasil yang diproyeksikan untuk penyesuaian bagi hasil dana mudharabah. 4. Melakukan pemerataan penghasilan tanpa membentuk cadangan dengan pengaturan pengakuan dan pelaporan laba dari waktu ke waktu untuk tujuan pengaturan bagi hasil Spirit yang dibangun pada fatwa ini menurut pendapat saya adalah murni kegiatan pengamanan posisi bagi hasil agar nasabah DPK tidak beralih ke bank lain. Dari sisi paradigma marketing, fatwa ini sangat dibutuhkan untuk menjaga posisi nasabah existing pada bank, dengan fatwa ini nilai jual dan posisi tawar Bank Syariah di perbankan indonesia masih tetap diperhitungkan. Dan yang menjadi titik berat analisa saya adalah, dari sisi Kaidah Islam.... Apakah dengan pengaturan bagi hasil ini akan memberikan manfaat bagi perkembangan roh syariah di mata masyarakat, atau hanya mengedepankan roh pemasarannya. Karena setau saya, konsep penghimpunan DPK dengan menggunakan akad Mudharabah memang dirancang untuk memperoleh pendapatan Bagi Hasil yang berfluktuasi, disaat bank memiliki keuntungan rendah...secara tidak langsung pembagiannya juga akan sedikit, nah..! jika pendapat bank pada bulan tertentu besar, maka hasil yang didapatkan kedua belah pihak (bank dan nasabah) juga akan besar. Malahan ini yang sering menjadi salah satu critical point bagi beberapa marketer Bank Syariah dalam menjual produk penghimpunan DPK. Inilah konsep keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh Bank Syariah dalam operasionalnya, dan kondisi ini juga yang menjadi salah satu yang menjadi tameng/benteng bagi Bank Syariah bisa survive pada waktu krisis moneter menerpa negara ini. Sistem ini juga yang saat ini akan dan telah ditiru oleh beberapa negara maju untuk dikembangkan dinegaranya sebagai sebuah sistem yang mumpuni dalam menghadapi kondisi pasar yang tak menentu. Jika terjadi pemerataan atau pengaturan pada produk mudharabah, maka sistem yang selama ini merupakan konsep unggulan yang dimiliki oleh Bank Syariah akan mulai pudar, dan paradigma dimata masyarakat bahwa “Bank Syariah sama dengan Bank Konvensional” akan tetap terjaga rapi dalam pemikiran masyarakat Indonesia. Seharusnya ada gerakan bersama yang dilakukan oleh pengambil kebijakan, praktisi dan masyarakat untuk secara serius mengembalikan konsep syariah ke jalannya, dan membangun kekuatan untuk tetap berpegang teguh pada Syariah Compliance yang menjadi point penting dalam membangun ekonomi syariah yang kaffah. Saya hanya menilai hal ini sebagai seorang yang tetap ingin berpijak pada pendekatan kaidah-kaidah syariah yang seharusnya selalu di pegang teguh oleh para praktisi perbankan syariah, baik berupa konsep, semangat maupun manfaat yang diakibatkan dari kaidah syariah tersebut. Jangan hanya karena kepentingan marketing, kaidah syariah sedikit digadaikan agar konsep bisnis tetap terjaga. Menurut hemat saya (walaupun dari tadi sudah boros dengan kata-kata), jika roh syariah sudah benar-benar berjalan pada rel nya dengan baik, akan banyak masyarakat yang saat ini belum melirik Bank Syariah akan berbalik arah menjadi pengguna dan perpanjangan informasi bagi Bank Syariah. Apalagi pangsa pasar “Emotional Market” yang selama ini masih menganggap tidak ada bedanya antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional akan mulai menaruh kepercayaan untuk pengelolaan keuangannya kepada Bank Syariah, sehingga share Perbankan Syariah yang saat ini masih berkutat di angka 5% bisa meningkat significant. Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab bersama seluruh pihak terkait agar kemajuan perbankan syariah bisa menjadi kenyataan di negeri mayoritas islam ini. Sumber : rifkadejavu.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H