Tanggal 25 Oktober 2010 Ranah Minang kembali diguncang oleh Gempa, kali ini Kepulauan Mentawai menjadi sasaran amukan alam. Daerah Pagai Selatan yang selama ini tidak begitu dikenal baik oleh orang Sumatera Barat apalagi oleh pemerintah pusat menjadi pusat perhatian. Gempa dengan kekuatan 7,2 SR tersebut telah menghasilkan gelombanmg tsunami dan meluluh lantakan pemukiman warga, sampai detik ini telah tercatat 334 Korban Jiwa dan sekitar 450 orang lebih masih bersatatus hilang.
Di Kota Padang pun banyak masyarakat yang mencoba menyelamatkan diri setelah melihat running text di beberapa televisi swasta yang memberitahukan mengenai potensi tsunami yang akan terjadi akibat efek gempa, walaupun running text tersebut keluar setelah 10 menit setelah gempa.
Jalanan pun disesaki oleh pengendara sepeda motor dan juga mobil, ada juga beberapa masyarakat yang memilih jalan kaki dan berlari. Jalan By Pass dan Gunung Pangilun menjadi target sasaran warga.
Seandainya tsunami tersebut benar melanda Kota Padang, sudah dipastikan akan banyak korban bergelimpangan di Jalanan menuju By Pass, hal ini dikarenakan jalur yang dilewati sempit dan pergerakan mobil serta motor sangat lamban. Proses evakuasi ini sudah sangat sering dilakukan oleh Masyarakat Kota Padang, mulai dari Gempa Desember 2004 yang mengakibatkan Aceh hancur akibat tsunami sampai hari senin kemaren. Warga telah terlatih untuk secara spontanitas mengevakuasi keluarganya kedaerah yang lebih tinggi jika terjadi gempa
Kesadaran warga untuk menyelamatkan diri ini tidak diimbangi oleh penanganan dan mitigasi bencana yang diterapkan oleh pemerintah.
Jalur Evakuasi yang mestinya harus disiapkan oleh Pemerintah Kota Padang, sampai saat ini belum juga terealisasi dengan baik. Jalan Alai - By Pass belum diperlebar, Jembatan Simpang haru belumlah selesai dan juga beberapa jalur evakuasi lainnya. Padahal PemProp dan Pemko sudah tau akan potensi bencana yang mengintai Kota Padang, akan tetapi sinergisitas dan juga ketegasan tidak terlihat, sehingga sampai detik ini belum terlihat hasil yang mereka-mereka lakukan.
Early warning system yang kalau saya tidak salah dari dulu akan dibangun di beberapa titik di kota Padangbekerjasama dengan beberapa provider yang memiliki BTS di sekitar Kota Padang sampai saat ini tidak ada konkritnya. Hanya omongan dimulut saja.
Padahal, jika terjadi gempa, sampai saat ini warga hanya menggunakan nalar saja, jika gempanya kencang….maka warga secara otomatis akan segera mencari tempat yang tinggi untuk lokasi evakuasi….nah….jika gempanya tidak begitu kencang, maka warga lebih memilih berdiam di rumahnya.
Hal inilah yang saat gempa tanggal 25 Oktober 2010 kemaren terjadi pada masyarakat Kota Padang, dikarenakan goyangan gempa tidak begitu kencang maka hanya sekitar 45% warga yang melarikan diri ke daerah tinggi. Untungnya tsunami tidak menghantam kota Padang….jika terjadi….!!!!! wallahu alam…..
Saat ini masyarakat Kota Padang hanya bisa mendapatkan informasi dari running text di beberapa televisi swasta, itupun terkadang tidak real time, sehingga kalau tsunami terjadi…maka warga yang akan menjadi korban akan cukup banyak. Apalgi jika setelah gempa, kondisi listrik langsung padam…apa mau dikata….habislah masyarakat di ibukota propinsi Sumatera Barat ini.
Kenapa pemerintah terlihat setengah hati memainkan perannya sebagai disaster manager, apakah potensi bencana ini hanya dijadikan komoditi oleh beberapa pihak…..sehingga muncullah pemikiran-pemikiran negatif lainnya yang terlontar dari masyarakat yang sampai saat ini masih dirundung ketakutan.