Mohon tunggu...
Rifda Rahma Tsalitsa
Rifda Rahma Tsalitsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa Pendidikan Multimedia Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Yang Merata Dan Berkualitas: Mimpi Yang Belum Terwujud Di Tanah Air

21 Desember 2024   23:16 Diperbarui: 21 Desember 2024   23:15 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rifda Rahma Tsalitsa¹, Dr. Dinie Anggraeni Dewi, M.Pd. M.H².

Pendidikan Yang Merata Dan Berkualitas: Mimpi Yang Belum Terwujud Di Tanah Air

Pendidikan adalah fondasi penting bagi kemajuan suatu bangsa. Di Indonesia, meskipun telah ada berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tantangan yang dihadapi masih sangat besar. Kualitas pendidikan yang rendah dan tidak merata menjadi isu utama yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke-5 yang menekankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Kualitas Pendidikan yang Rendah

Kualitas pendidikan di Indonesia merupakan isu yang kompleks dan multifaset, yang berkontribusi pada ketidakmerataan dalam akses dan hasil pendidikan. Meskipun terdapat berbagai kebijakan dan program pemerintah untuk meningkatkan pendidikan, masih banyak tantangan yang harus dihadapi untuk memastikan bahwa setiap anak mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Berikut adalah beberapa aspek yang menjelaskan mengapa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah.


Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Indonesia masih menghadapi masalah serius dalam hal kualitas pendidikan. Dalam survei Program for International Student Assessment (PISA) 2018, Indonesia menempati peringkat ke-71 dari 79 negara dalam kemampuan membaca, sains, dan matematika. Hasil setudi PISA 2018 yang dirilis oleh OECD menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371, dengan rata-rata skor OECD yakni 478. Kemudian untuk nilai rata-rata matematika Indonesia adalah 379, jauh di bawah rata-rata OECD yang mencapai 487. Selanjutnya untuk sains, skor rata-rata siswa Indonesia mencapai 389 dengan skor rata-rata OECD yakni 489. Hal ini menunjukkan bahwa banyak siswa tidak mendapatkan pendidikan yang memadai, yang seharusnya menjadi hak setiap anak.

Dengan mempertimbangkan berbagai faktor ini, penting untuk melakukan reformasi menyeluruh dalam sistem pendidikan di Indonesia. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan harus melibatkan peningkatan kualifikasi guru, penyesuaian kurikulum agar relevan dengan kebutuhan zaman, penyediaan fasilitas yang memadai, serta peningkatan keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak. Hanya dengan langkah-langkah yang komprehensif dan terintegrasi, kita dapat berharap untuk mencapai pendidikan berkualitas yang diharapkan bagi semua anak di Indonesia.

Ketidakmerataan Akses Pendidikan

Di daerah perkotaan, sarana prasarana umumnya lebih baik dibandingkan dengan daerah pedesaan atau terpencil. Anak-anak di daerah terpencil sering kali harus menempuh jarak yang jauh untuk mencapai sekolah, dan dalam banyak kasus, mereka harus menghadapi kondisi jalan yang sulit dan tidak aman. Hal ini menyebabkan banyak anak memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan mereka. 

Maka dari itu, ketidakmerataan akses pendidikan di Indonesia menjadi salah satu tantangan terbesar yang menghambat kemajuan bangsa. Meskipun pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak yang tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar. Persoalannya beragam, mulai dari kemiskinan, ketimpangan mutu sekolah dan kualitas guru, hingga kesenjangan infrastruktur antardaerah. Gambaran persoalan pendidikan di Tanah Air tersebut dituangkan dalam dokumen Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun 2024-2025.

Akses pendidikan yang belum merata (1) dimuat dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun2025-2045.
Akses pendidikan yang belum merata (1) dimuat dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun2025-2045.

Akses pendidikan yang belum merata (2) dimuat dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun2025-2045.
Akses pendidikan yang belum merata (2) dimuat dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun2025-2045.

Peta jalan tersebut menyoroti rendahnya angka partisipasi kasar (APK) di jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) pada 2023 yang baru mencapai 36,6%. Selain itu, lebih dari 29.000 desa/kelurahan di Indonesia tidak memiliki PAUD. Selain itu, Jumlah anak-anak tidak sekolah (usia 6-18 tahun) pada 2023 mencapai 4,2 juta anak, angka tersebut relatif tinggi. Angka putus sekolah tertinggi terjadi pada jenjang tidak melanjutkan ke SMA sederajat yang mencapai 198.000 anak.  Selain itu, proporsi guru antardaerah juga timpang. Di daerah dengan akses pendidikan yang baik, siswa memiliki kesempatan untuk belajar dari guru-guru yang terlatih dan berpengalaman. Sebaliknya, di daerah yang kurang berkembang, banyak sekolah yang kekurangan guru berkualitas, dan siswa sering kali diajar oleh guru yang tidak memiliki kualifikasi yang memadai. Hal ini berdampak langsung pada kemampuan akademis siswa dan mengurangi peluang mereka untuk bersaing di tingkat yang lebih tinggi. 

Semua faktor ini saling berkaitan dan menciptakan siklus ketidakmerataan akses pendidikan yang sulit dipecahkan. Tanpa upaya yang konsisten dan terencana untuk mengatasi masalah ini, cita-cita untuk mencapai pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia akan tetap menjadi tantangan yang berat. Penting bagi kita untuk mengedukasi masyarakat, meningkatkan kualitas guru, dan memperbaiki infrastruktur pendidikan agar semua anak, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang.

Pertentangan dengan Nilai Pancasila

Pendidikan di Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila ke-5 yang menekankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketidakmerataan pendidikan menciptakan ketidakadilan dalam kesempatan belajar. Siswa dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu, terutama yang berada di daerah terpencil, sering kali tidak mendapatkan akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas. Hal ini menciptakan jurang yang semakin dalam antara mereka yang memiliki akses pendidikan yang baik dan mereka yang tidak.

Selain itu, pendidikan seharusnya memberikan kesempatan yang sama bagi setiap anak, tanpa memandang latar belakang mereka. Namun, kenyataannya anak-anak di daerah terpencil sering kali terpaksa putus sekolah, sementara anak-anak di kota besar menikmati fasilitas pendidikan yang lebih baik. Ketidakadilan ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga menghambat kemajuan bangsa secara keseluruhan.

Pancasila juga mengedepankan pembangunan karakter. Ketidakadilan dalam pendidikan dapat menghasilkan generasi yang kurang beretika dan tidak memiliki pemahaman yang baik tentang nilai-nilai kebangsaan. Tanpa pendidikan yang membentuk karakter, masyarakat berisiko kehilangan identitas dan moralitas yang seharusnya menjadi landasan bangsa. Sila-sila Pancasila mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan. Namun, ketidakmerataan pendidikan menyebabkan minimnya partisipasi masyarakat di daerah-daerah yang kurang beruntung, karena mereka tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Hal ini menciptakan siklus ketidakberdayaan yang sulit untuk dipecahkan.

Pendidikan juga merupakan investasi untuk masa depan bangsa. Ketidakadilan dalam akses pendidikan menghambat potensi anak-anak, yang seharusnya menjadi generasi penerus yang mampu bersaing di tingkat global. Dengan tidak adanya kesempatan yang sama, cita-cita Pancasila untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur semakin sulit untuk diwujudkan. Akhirnya, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin pendidikan yang layak bagi seluruh rakyat. Namun, kurangnya kebijakan yang efektif dan birokrasi yang rumit sering kali menjadi penghalang dalam upaya pemerataan pendidikan. Semua faktor ini menunjukkan bahwa tantangan dalam pendidikan di Indonesia perlu ditangani secara serius agar nilai-nilai Pancasila dapat terwujud dalam kehidupan nyata. Dengan memahami berbagai pertentangan ini, kita diingatkan akan pentingnya upaya kolektif untuk menciptakan sistem pendidikan yang sejalan dengan prinsip-prinsip Pancasila demi keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kesimpulan

Tantangan kualitas dan akses pendidikan di Indonesia yang rendah dan tidak merata harus segera diatasi. Upaya untuk memperbaiki sistem pendidikan harus menjadi prioritas pemerintah dan masyarakat untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Dengan demikian, cita-cita Pancasila tentang keadilan sosial dapat terwujud, dan Indonesia dapat melangkah menuju masa depan yang lebih baik. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun