"yang penting tugasku membuat orang senang, kan menyenangkan hati orang itu berpahala, yang jelas udah aku dapat pahala, dan lucunya dia percaya aja, lucu ya, lucukan?." jawabnya dengan enteng.Â
"lihat tu, tu tangannya hitam mukanya putih, warna baju juga, padahal baju mahal, jatuh harga baju itu, karena di yang memakai" sambil cekikikan melanjutkan ejekannya. Tidak semua orang bisa tertawa dengan guyonan Rayya, dan menganggap kata-kanya itu lucu, tapi dasar Rayya dia acuh dan tak memikirkan akibat dari tingkahnya yang akan kembali padanya.
"Rayya, data yang diminta bapak direktur sudah selesai  belum" atasan Rayya, ibu Sinta, manajer pemasaran, meminta data yang diminta minggu lalu.Â
"Oh iya nanti, siang deh" jawabnya sedikit tercekat karena belum ada mengerjakan apapun. "Bahan paparan rapat besok lusa juga sudah, itu buat rapat dengan direksi lho, oh ya kan ada data yang kemaren itu salah, coba deh cek lagi, hitung lagi gitu, rumusnya apa, masak hasil proyeksinya begitu? Coba cari hitung pakai formula lain, jangan lupa ya minggu depan kita berangkat ke Medan kamu udah siapkan bahan perencanaan pemasran kita kan?"
Mendengar brondongan pertanyaan dari bu Sinta, Rayya hanya mengangguk lemah. Bu Sinta sebenarnya sudah paham, dan tetap memperhatikan kinerja Rayya selama ini,  dan semua tugas itu sudah diberikan, jauh-jauh hari, agar bisa di dikerjakan dan dicicil, atau diselesaikan dengan cara dicicil, makanya ditanya semua oleh sang atasan. Karena kalau diminta pas di hari H Rayya akan memberikan  jawaban berkelit dan mulai menyalahkan bawahan, pak Direktur, atau divisi lain yang berhubungan pekerjaan dengannya, dengan alasan yang dibuat-buat, yang membuat Bu Sinta jenuh mendengarkannya.
Mendengar semua tagihan dari manajernya, Rayya, langsung panik, baru memberikan instruksi kepada staf dan trainee yang ada di divisinya, dengan memberikan tenggat waktu yang cukup singkat.Â
"Deadlinenya singkat banget, gimana mau aku kerjakan, kan kerjaan aku gak ini aja" ujar sarah dengan kesalnya.
Karena ada kemungkinan mereka lembur malam ini dan berikutnya dan dalam keadaan kurang enak badan. dalam keadaan terjepit sekarang ini Rayya entah kemana, bisa-bisanya dia makan keluar, di tengah kesibukan yang dibuatnya sendiri, dia tidak peduli dengan atasan rekan kerja dan bawahan yang makan di kantor dan bekerja pada jadwal istirahat, akan pekerjaan cepat selesainya.Â
"Si Rayya kemana Sar, kok gak kelihatan, ini kan jam istirahat siang sudah habis, kok belom balik?" Celin bertanya dengan nada kesal kepada sarah, alhasil mereka berdua menggerutu dan didengar oleh Bus Sinta. Bu Sinta pun juga ikut menggerutu, dan menceritakan bahwa, tugas itu sudah diberikan sepuluh hari yang lalu, dan kalau dikerjakan secepat mungkin, pasti akan selesai dengan cepat, atau paling tidak mencicil mana yang bisa dikerjakan. Secara dia juga atasan, otomatis punya bawahan, kenapa tidak ada pelimpahan dan wewenang, kenang Bu Sinta menyayangkan cara kerja supervisinya.
Akibat keteledoran Rayya, Bu Sinta jadi marah, tidak mau tau yang penting apa yang sudah diinstruksikan harus selesai tepat waktu, dan sekarang waktunya sudah mepet. Sarah mengajukan izin karena ada acara keluarga, dan Celin jatuh sakit, karena maagnya kambuh akibat telat makan dan stress.Â
"Rayya ke ruangan ibu sebentar" ujar Bu Sinta yang memanggilnya dari balik pintu. Rayya duduk, tertunduk depan meja manajer, panjang lebar businta menasehati, marah dan bertanya, apa kendala, bagaimana kok bisa kejadian ini terjadi. Bagaimana dengan bahan rapat yang akan disampaikan nanti di depan para direktur, yang sampai sekarang saja belum jelas, data-datanya. Otomatis saja Rayya menangis sejadi-jadinya, di depan Bu Sinta, alasannya, bawahannya tidak mendukung kinerja, terutama Sarah dan Celin.