Perubahan iklim memengaruhi distribusi penyakit menular seperti malaria dan demam berdarah. Pemanasan global tidak hanya memperluas habitat vektor penyakit, seperti nyamuk Aedes aegypti, yang sebelumnya terbatas pada wilayah tropis kini menyebar ke area subtropis, tetapi juga meningkatkan frekuensi kejadian wabah penyakit. Suhu yang lebih tinggi mempercepat siklus hidup nyamuk dan meningkatkan kemampuan patogen untuk bereplikasi. Akibatnya, wilayah yang sebelumnya tidak terpengaruh kini menghadapi ancaman baru terhadap kesehatan masyarakat mereka. Hal ini menuntut peningkatan sistem kesehatan untuk mendeteksi dan menangani penyebaran penyakit yang tidak terduga. Polusi udara akibat emisi industri dan kendaraan bermotor telah menyebabkan peningkatan kasus penyakit pernapasan kronis seperti asma, bronkitis, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Polutan utama seperti partikel halus (PM2.5), ozon, dan nitrogen dioksida juga diketahui berdampak pada kesehatan jantung dan pembuluh darah. Data dari Global Burden of Disease (2022) menunjukkan bahwa polusi udara menyumbang lebih dari 6 juta kematian setiap tahun, sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang dengan standar pengendalian polusi yang rendah. Selain itu, paparan polusi udara kronis juga memengaruhi perkembangan kognitif anak anak dan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat yang rentan. Deforestasi dan pencemaran air mengancam keamanan pangan global. Penebangan hutan untuk pertanian intensif dan urbanisasi menyebabkan hilangnya habitat penting bagi flora dan fauna, yang berkontribusi pada kerawanan ekosistem. Kontaminasi sumber air oleh limbah domestik, pertanian, dan industri mengakibatkan peningkatan risiko penyakit bawaan air seperti kolera dan diare akut. Selain itu, degradasi lahan pertanian mengurangi produksi pangan berkualitas, memengaruhi gizi masyarakat, terutama di wilayah yang bergantung pada pertanian subsisten. Hal ini dapat memperburuk kemiskinan dan ketahanan pangan global. Sampah plastik, terutama mikroplastik, telah terdeteksi dalam rantai makanan manusia, mulai dari plankton hingga ikan yang dikonsumsi manusia. Mikroplastik tidak hanya mencemari lingkungan, tetapi juga berpotensi menimbulkan risiko kesehatan yang serius. Penelitian terkini menunjukkan bahwa partikel-partikel kecil ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman, serta berakumulasi dalam organ-organ penting. Mikroplastik diketahui memiliki efek toksik yang dapat memengaruhi sistem endokrin, reproduksi, dan bahkan meningkatkan risiko inflamasi kronis yang terkait dengan penyakit degeneratif. Hal ini menambah kompleksitas tantangan pengelolaan limbah plastik yang membutuhkan solusi global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H