Mohon tunggu...
Rifa Farida
Rifa Farida Mohon Tunggu... -

Hanya wanita bumi yang hidup di akhir zaman :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pada Setiap Takdir yang Menerpa

23 Januari 2011   11:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:16 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada banyak hal yang tak kita sukai justru hadir menyapa hidup kita. Menjadi bagian takdir yang tak bisa kita hindari, ridha atau tidak ridha. Dan memang demikian adanya. Ia tak kan pernah menanyakan pada kita tentang kesediaan, kesiapan, dan keikhlasan menjalaninya. Ia bisa hadir pada kehidupan kita kapan saja. Dan menjadi hal sulit serta menyulitkan ketika harus dijalani dengan ”ruh” keterpaksaaan.

Hidup, adalah rangkaian demi rangkaian episode yang telah diskenariokan. Diatur sedemikian rupa dengan komposisi perhitungan dan pertimbangan yang sangat teramat tepat. Dan kita manusia, yang menjadi komponen utama dari hidup, telah dipilih olehNYA dalam amanah yang luar biasa. Keluarbiasaan yang Allah sendiri, sang pemilik kehidupan, menggambarkannya pada gunung dalam ketidaksanggupan menerima. Ya, amanah sebagai khalifah fil ard [1].

Sesungguhnya, tak ada yang begitu menginginkan kita menjadi baik, seperti keinginanNYA. Tak ada yang begitu detail memperhatikan dan mengurus kita, seperti yang dilakukanNYA. Begitu teramat kasihnya Allah SWT pada kita, lebih antusias dalam batas keantusiasan kita mendekatiNYA dengan berjalan, IA menyambutnya dengan berlari [2].

Sekali lagi, tak pernah ada yang begitu menginginkan kita menjadi baik, seperti keinginanNYA. Dan pada bagian-bagian takdir yang tak pernah kita sukai, sejatinya adalah tetap menjadi takdir-takdir terbaik yang telah diciptaNYA, dalam mentarbiyah kita menjadi semakin baik. Hingga dengan energi-energi kebaikan itu, kita berdaya menjalankan fungsi diri sebagai khalifah fil ard.

Maka menjadi alasan kuat yang harus diyakini, bahwa setiap hal yang hadir dalam hidup kita, yang mempergulirkan dua hal berbeda, bahkan bertolak belakang, adalah pengondisian sebaik-baik keadaan. Beruntunglah setiap diri yang mampu belajar dan mengambil hikmah pada perguliran-perguliran episode itu. Hingga mampu melahirkan sikap sejati seorang muslim, sikap yang pernah disabdakan Rasullullah SAW, bahwa sesungguhnya begitu mengagumkannya setiap keadaan seorang muslim. Bila ia ditimpa musibah dan ia bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya. Dan jika ia ditimpa keberuntungan dan ia bersyukur, pun menjadi kebaikan baginya [3].

Suka atau tidak suka, terpaksa atau rela, adalah pilihan sikap dalam bentukan diri yang menjadi tolak ukur bagaimana sejatinya kita memandang setiap takdir yang datang menyapa. Gambaran jelas tentang bagaimana dan seberapa dalam keimanan menghujam di dalam dada, yang disuguhkan dari sketsa-sketsa rangkaian episode hidup dalam urutan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang.

Masa lalu, yang telah terunut, itulah takdir. Dimana kita meletakkan banyak hal sebagai ibrah. Menjadi cermin siapa kita di masa sekarang.

Masa sekarang, yang sedang kita runut, itulah pilihan-pilihan dicipta, misi dilakukan, dan ruang ikhtiar dioptimalkan untuk pergerakan pencapaian keinginan. Prediksi seperti apa kita di masa depan.

Dan masa depan, hal ghaib yang secara sunnatullah tercipta dari pilihan masa sekarang. Pada masa inilah visi diletakkan. Menjadi yang dituju dalam rentetan perjalanan dari masa ke masa.

Pilihan, itulah kata kuncinya. Kita diberi kebebasan untuk memilih, karena memang hidup pada kenyataannya adalah berbilah pilihan. Dengan tegas dua hal berbeda itu ada, kebaikan bersaing dengan kebatilan, kebenaran bersaing dengan kejahatan, dan keindahan bersaing dengan keburukan [4]. Mau memenangkan persaingan yang mana kita, itu adalah pilihan dengan segala komitmennya. Karena pada bagian itu kemudian kita berada dan menerima konsekuensi.

Sementara jelas adanya, bahwa hidup tak pernah menyediakan pilihan abu-abu. Hidup tidak abu-abu! Jika kita tak berada dalan kebenaran, maka sudah pasti kita pada bagian kebatilan, jika kita tidak baik, maka kita adalah jahat, pun jika kita tidak menyukai keindahan, maka sesungguhnya selera kita adalah keburukan.

Pada sisi yang lain, Allah SWT telah menfasilitasi kita untuk memilih pada pilihan-pilihan itu dengan fasilitas akal, hati, dan cita rasa (feel/insting).

Akal, yang akan mendeteksi tentang sebuah kebenaran atau kebatilan. Hati, yang akan merasakan sebuah kebaikan atau kejahatan. Dan cita rasa, yang akan menyuguhkan selera indah atau buruk.

Pun demikain, Allah telah mengilhamkan pada kita dua jalan, yaitu jalan keselamatan dan jalan kesesatan [5]. Tinggal bagaimana kemudian kita merespon dari semua hal yang telah Allah rancang dan anugerahkan kepada kita.

Merespon, sejatinya ekspresi pertama hati yang telah diciptanya dalam kefitrahan cenderung kepada kebaikan [6]. Itulah korelasinya mengapa kita harus bersegera kapada kebaikan, bersegera mengerjakan urusan yang lain jika satu urusan telah diselesaikan [7]. Karena bersegera, minimal menutup kesempatan syetan menggoda dan membelokkan dari kecenderungan kebaikan itu.

Dan pada akhirnya, hidup tetaplah akan menjadi rangkaian demi rangkaian episode yang menggilirkan kedukaan dan kesukaan, keberuntungan dan kerugian, kesuksesan dan kegagalan. Sebagai ujian pengukur kualitas diri di hadapan sang pemilik kehidupan, Illah semesta alam. Maka, selayaknya sikap terbaik kita sebagai seorang muslim adalah ridha terhadap setiap peristiwa yang sudah terjadi, bertawakal dalam ikhtiar luar biasa pada setiap tapak kehidupan agar tetap bernilai baik, dan tak mudah berputus asa pada setiap hal baik yang masih saja belum terwujud [8]. Dan di ujungnya, lahirkan pribadi luar biasa, pribadi yang tak pernah mengeluh pada setiap takdir yang menerpanya, dalam kesadaran penuh memahami hakikat kehidupan. Karena pada hakikatnya memang boleh jadi hal yang tak kita sukai justru itu baik bagi kita, dan sebaliknya [9].

~~~

/rf_Kota kembang, 24 Januari 2010_16.34 wib

Foot Note

[1] - ”Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab ayat 72).

- ''Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'' Mereka berkata : ''Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?'' Tuhan berfirman : ''Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.'' (QS. Al-Baqarah ayat 30).

[2] Hadits riwayat Ahmad dan Al-Thabrani berbunyi, “Barangsiapa yang mendekati Allah sesiku, Dia akan mendekatinya sehasta. Barangsiapa mendekati Allah sambil berjalan, Allah akan menyambutnya sambil berlari.”

[3] Dari Suhaib RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim).

[4] Bab “Induk Akhlak” pada Buku “Membentuk Karakter Muslim” karya Ust. Anis Matta.

[5] “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.“ (QS. Asy-Syam ayat 8-10).

[6] “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.” (QS. At-Tahrim ayat 4).

[7] - Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, "Bersegeralah engkau sekalian untuk melakukan amalan-amalan (yang baik-baik ) sebelum datangnya berbagai macam fitnah yang diumpamakan sebagai potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pagi-pagi seseorang itu sebagai seorang mu'min dan sore-sore menjadi seorang kafir atau yang sore-sore menjadi seorang mu'min, tetapi pagi-pagi telah menjadi seorang kafir. Orang itu menjual agamanya dengan harta dunia." (HR. Muslim).

- “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS. Al-Insyiraah ayat 7).

[8] - ''Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepadaNya.'' (QS. 98 ayat 8).

- Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.'' (QS. 13 ayat 11).

- "Katakanlah : Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Az-Zumar ayat 53).

[9] “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.“ (QS. Al-Baqarah : 216).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun