Dalam tiga bulan terakhir tahun 2016 di Indonesia kita disuguhkan dengan rangkaian peristiwa politik yang saling terhubung dan akan tercatat dalam sejarah perjalanan dan juga perjuangan umat Islam di Indonesia untuk menegakkan dan menerapkan syariat Allah secara sempurna. Banyak hikmah dan peluang dalam peristiwa tersebut untuk keberlangsungan Islam dan juga umat Islam. Maka dari itu penting bagi umat Islam agar tidak hanyut berlama-lama dalam euforia perstiwa politik tersebut.
Umat Islam harus mempersiapkan diri memanfaatkan berbagai peluang tersebut untuk kemajuan perdaban Islam yang dilandaskan pada kesadaran penuh ber-Islam secara kaffah di setiap sendi kehidupan terutama kehidupan bernegara. Karena dengan kesadaran yang penuh-lah yaitu kesadaran bahwa menerapkan syariat Islam secara kaffah itu hukumnya wajib, semangat perjuangan dan semangat ke-Islaman itu bisa terjaga. Bila semangat hanya dilandasi oleh euforia dan perasaan semata, ia bagaikan api pada jerami kering yang dibakar. Apianya besar iya tapi hanya sebentar saja. Umat Islam juga harus mawas diri karena bisa saja perjuangan tersebut dibelokkan oleh orang-orang munafik, maka dari itu penting juga bagi umat Islam memiliki kesadaran politik agar bisa berpikir politik dan menganalisis setiap virus yang bisa membelokkan perjuangan.
Sangat sering kita melihat panah-panah fitnah selalu mengarah pada mereka yang benar-benar mengerjakan amar ma’ruf nahi mungkar di setiap ranah terutama di ranah politik dan bernegara. Yaitu mereka yang menentang kebatilan secara gamblang dan menyuarakan yang haq secara terang dari Islam ini. Kebencian dan ketakutan orang-orang kafir, munafik, dan fasik benar-benar terasa kepada mereka. Mereka difitnah intoleran, anti kebhinekaan, pemecah belah, pengujar kebencian, dsb. lalu dengan indikator-indikator tersebut mereka disebut sebagai golongan "Islam Radikal" atau "Islam Garis Keras" yang maknanya negatif dan penuh dengan keburukan.
Tapi bagaimanapun Allah pasti akan menghancurkan makar para pembenci dan penakut itu. Kita melihat pertolongan Allah itu pada tiga bulan terakhir tahun 2016. Berawal dari sebuah ucapan keji Ahok yang menistakan al-Qur'an dan ulama. Lalu setelah itu munculah beragam reaksi dari para masyarakat dan tokoh, dalam proses inilah banyak sekali opini umum yang berubah dan juga peristiwa yang akan tercatat dalam sejarah.
Ya itu dia, kekuatan aqidah yang tidak pernah masuk dalam pemikiran orang-orang sekuler liberal (sepilis) telah menumbangkan wacana Islam radikal yang mereka gencarkan. Bagaimana tidak? Bila kita telaah blunder-blunder mereka dalam perang opini selama tiga bulan terakhir tersebut adalah akibat dari kebutaan mereka dan juga keringnya hati mereka dari aqidah Islam. Mereka tidak bisa menganalisis itu karena akal mereka yang dangkal dan sempit tidak bisa memahaminya.
Mereka tidak akan bisa memahami ayat al-Quran ini
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai. Allahlah yang mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (TQS at-Taubah : 32-33)
Dan juga mereka tidak akan bisa mengerti hadist ini.
...Selanjutnya akan datang kembali Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah). (THR Ahmad dan al-Bazzar)
Maka dari itu semua, Umat Islam tidak perlu lagi ciut dan takut berjuang dan berdakwah untuk tegaknya kembali Islam dan syariat Islam secara kaffah. Justru perjuangan dan dakwah itu harus semakin digencarkan dengan penuh keyakinan dan mencontoh uswatun hasanah kita Rasulullah saw. Kita semua tahu Allah Ta’ala melalui firman-Nya dalam al-Quran telah mewajibkan kita untuk berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah SWT (QS al-Maidah : 48, 49). Dan juga kita semua tahu bahwa Hukum Allah Ta’ala wajib diterapkan secara sempurna dan paripurna (syâmil[an] wa kâmil[an]). Dan kita juga telah diajarkan bahwa hal ini hanya mungkin dilakukan dalam institusi Khilafah Islamiyah.