di kafe ini kita sedang membaca malam di secangkir latte, gelisah lampu jalan memberitahu ada kepedihan lorong-lorong, sedari sore lapar menggaruk mereka tentang latte, setangkup roti basi mungkin lebih berharga dari secangkir melenakan lidah, bukan mengenyangkan, mereka lupa pernah bermimpi.
aku mendengar orang meneriakkan kambing asap dan berbeque berasa pedas, sebentar lagi orang dalam lorong akan menghitung terali besi, orang miskin dilarang negara, apakah aku silap membaca, mereka itu urusan negara, bukan ditangkap dan dipenjara, latte menjalar di lidah.
di kafe ini kita sedang membaca malam, ternyata kita sedang bermimpi, terus-terusaan bermimpi, hingga kelak ada mimpi berbayar, kelak entah kapan.
Ujung Kata, 1019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H