"Siap, Kyai."
Maka saat naik ke mimbar,  kyai batuk-batuk. Sobri bertanya kepada nazir masjid, dimana dia bisa mengambil air minum. Ternyata air minum berada di  ruang kosong belakang masjid. Di situ sudah tersedia gelas berisi air, tanpa nampan dan tutup. Sobri hati-hati membawa minuman itu karena takut tumpah. Untunglah tugasnya selesai. Kyai memulai khutbahnya setelah dia meminum air pemberian Sobri.
Pulang ke pesantren, Sobri dipanggil kyai ke rumahnya. "Bri, pada saat kau mengambil minuman tadi, adakah jamaah yang bermain hape?" Sobri menggeleng."Mengobrol?" Lagi dia menggeleng. "Itu artinya seluruh jamaah khusyuk mau mendengar khutbah kyai, ya?"
"Bukan  Kyai. Saya tak melihat jamaah karena sedang fokus membawa minuman."
Mereka terdiam. Istri kyai keluar  membawa senampan pempek. Sementara itu mulut stop berbicara. Sekarang tugasnya  makan. Setelah kenyang, Kyai Kholil mengajak Sobri ke taman depan pesantren. Bunga-bunga sedang mekarnya. Kyai terkagum-kagum.  Akan hal Sobri masih menunggu ujung perkataan gurunya itu.
Melihat santrinya bingung,  Kyai Kholil  bertanya, "Tujuanmu ke mari apa?"
"Ingin memperdalam ilmu agama!"
"Maksud saya kau mau jadi apa."
Sobri cengengesan, "Mau jadi ustadz, Kyai."
"O, mau jadi ustadz, ya! Tahukah kau bahwa ini pelajaran berharga buatmu. Kalau ingin hidup tenang, jangan suka mengghibah."
Sobri terbelalak. "Orang itu kan salah, Kyai!"