Anak-anak pun kelihatan bersemangat. Saking senangnya memiliki kacamata pemberian Yusran, saat mandi, saya tetap memakainya. Saya lihat di cermin, tubuh saya cukup atletis.
Jangan tanya betapa saya bersemangat menaiki sebuah bus. Seluruh penumpang seolah meneriakkan I love Monday. Jangan tanya pula karyawan di kantor saya. Mereka semua amat bergairah. Saya juga bingung bisa menyelesaikan tugas sebelum pukul dua belas. Bos saya saja takjub, dan akhirnya meneraktir saya makan siang.
Biasanya saya pulang kantor sekitar pukul delapan malam. Hari ini saya merasa kekurangan pekerjaan. Jam empat sore saya tak ada pekerjaan selain bermain game.
Ketika pulang kantor sekitar jam lima sore, saya tak sekalipun berpapasan dengan orang-orang yang berwajah lelah.
Tiba-tiba saya sangat menyukai kacamata pemberian Yusran, sehingga pada hari ketiga setelah dia menyerahkan kacamata itu, saya mencoba mempertahankannya saat dia menjemputnya di kantin kantor.
Saya memberikan beragam alasan untuk mempertahankannya. Yusran tertawa, dan mengatakan, "Sebenarnya tak ada yang istimewa dari kacamata itu. Aku membelinya di lapak kaki lima. Semangatmu yang timbul, murni dari sini, dan ini." Dia menunjukkan dada dan kepala saya. "Semuanya karena sugesti."
Setengah tak percaya setelah Yusran seperti merebut kacamata itu, saya tetap melihat orang sangat bergairah. Dan saya berpikir  betapa singkat waktu kerja itu berlalu. Ternyata kelelahan yang timbul selama ini, sebenarnya karena saya kehilangan sugesti.Â
---sekian---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H