Ini cerita dari tetangganya tetangga saya. Sebut saja namanya Kadi. Dia seorang kaya di suatu kampung antah berantah. Sawahnya di mana-mana. Naik haji sudah tiga kali. Tapi, dia tidak ingin dipanggil haji, apalagi namanya diembel-embeli sehingga menjadi Haji Kadi.Â
Sebagai pencerita, saya tahu aturan. Saya juga tidak ingin gegabah mengembelinya haji, kecuali sekali seperti di atas, itu pun hanya sekadar menjelaskan.
Meskipun Kadi orang terkaya di kampung itu, semasa hidupnya dia terkenal pelit. Setiap kali ada orang meminta sedekah, dia hanya memberi dua ribu Rupiah. Ke kotak infak atau ke kotak amal lainnya, dia juga memasukkan sejumlah itu. Tak lebih. Kalau pun lebih, semisal dua puluh ribu Rupiah, itu pun karena terdesak, karena dia dimintai sumbangan.
Orang-orang mengatainya si juragan pelit. Bahkan mereka menyumpahi Kadi agar jatuh miskin. Jadi orang kok pelit sekali! Tapi, sumpah orang-orang terbukti sebaliknya. Kadi bertambah dan bertambah kaya.Â
Akan hal gelar juragan pelit, Kadi sempat juga mendengarnya. Dia tak menanggapi. Keukeuh dengan kepelitannya. Hingga di suatu saat, hujan turun amat lebat. Orang-orang berpikir itu pertanda apa. Ternyata Kadi meninggal dunia.
Semua orang kegirangan, akhirnya si juragan pelit meninggal dunia. Berbondong-bondonglah mereka menuju rumah Kadi. Bukan karena ikut berduka cita, melainkan ingin melihat azab pedih yang menimpa orang pelit.
Tapi, alangkah terkejutnya mereka ketika melihat jasad Kadi terbujur di ruang tamunya yang besar. Jasad itu terlihat putih bersih, meskipun aslinya kecoklatan. Wajahnya juga tersenyum seperti kegirangan melihat sesuatu. Lebih aneh lagi, tercium bau wangi yang sangat lembut dari jasadnya.
Orang-orang heran, bagaimana mungkin si juragan pelit mati tanpa kena azab. "Apa sih amalan Kadi?" tanya seseorang kepada tangan kanan yang selalu setia mengikuti Kadi semasa hidup. Semua kasak-kusuk dengan pertanyaan sama, yang menyebabkan si tangan kanan membuka rahasia amalan Kadi.
Semasa hidupnya, Kadi memang sering berinfaq ke masjid hanya dengan uang dua ribu Rupiah. Tapi, orang yang melihat tak tahu, dia  berinfaq setiap shalat wajib berjamaah. Itu artinya lima kali dua ribu Rupiah menjadi sepuluh ribu Rupiah. Orang juga tak tahu bahwa di dalam setiap gulungan uang, ada terselip seratus ribu Rupiah. Si tangan kananlah yang selalu merapikan uang itu.
"Coba bapak-ibu pikir, berapa uang yang terkumpul bila seharinya dia berinfaq lima ratus sepuluh ribu? Kalikan dengan dia melakukan kebiasaan ini sejak tiga puluh tahun yang lalu."
"Tapi, ketika bersedekah, Kadi hanya memberikan dua ribu," gerutu seseorang.