Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiga Sisi Merugikan dari Cerita "KKN di Desa Penari"

3 September 2019   11:57 Diperbarui: 3 September 2019   12:01 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : makassar.tribunnews.com

Saya sebenarnya tidak ingin terlibat dalam  polemik cerita "KKN di Desa Penari".  Tapi semakin ke sini, hati saya terus tergelitik untuk  numpang nimbrung.

Sah-sah saja rasanya setiap penulis menggunakan segala daya upaya agar cerita yang dibuat menjadi viral alias menjadi perbincangan orang. Bahkan kalau bisa dibukukan. Terkabar  cerita viral ini akan dibukukan penerbit "Bukune". Atau apakah akan bernasib baik difilmkan juga?  

Penulisnya akan tajir melintir. Penulis lain mungkin iri. Termasuk saya. Hanya dengan menulis berantai di twitter, satu cerita saja bisa mendulang pundi-pundi yang tidak sedikit. Wow, amazing!

Tapi seiring "keviralan" cerita ini memasuki dunia pembaca, kita sebenarnya tidak tahu permalahan yang timbul di balik layar. Semacam obat kimia, dia memiliki efek samping, terutama menyerang tiga sisi.

Pertama, sisi penulis. Sekiranya ini bukan kisah nyata, mungkin penulis "KKN di Desa Penari" anteng-anteng saja menanggapinya. Ini menjadi berkah tiada terkira.Tapi, berhubung cerita berasal dari kisah nyata (sengaja dinyatakan), penulis pasti akan mendapat tekanan dari sekeliling, misalnya tentang kebenaran, lokasi, serta tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita ini.

Persoalannya, karena cerita ini hanya cerita orang tentang hantu di desa nganu, tentang si nganu, maka ada kemungkinan opini penulis masuk dalam cerita. 

Ibarat kata, ketika bergosip, sudah pasti panjang cerita bertambah. Misalnya, ada seseorang bercerita bahwa temannya memiliki ilmu sakti berupa tongkat. 

Cerita ini mungkin bertambah, bahwa tongkatnya berukuran satu meter. Kemudian di hari lain berkembang kalau tongkat itu berkepala naga, memiliki mata yang bersinar, dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu, pilihan terbaik bagi si penulis, tetap menyembunyikan identitasnya. Alasan si penulis ingin tetap low profile dengan tidak gembor-gembor identitas, sebenarnya boleh dibilang pemanis. 

Persoalan akan timbul ketika pembaca tahu siapa sebenarnya penulis ini. Dia secara tidak langsung akan dimintai pertanggungjawaban tentang kebenaran cerita tersebut.  Alias gelombang pencarian kebenaran cerita ini semakin santer menyerang penulis.

Kedua, sisi narasumber. Bagi mereka yang menjadi narasumber, ini pastilah menjadi bencana, terutama bagi  narasumber  yang telah menjadi sumber kesekian. 

Dia  harus berjibaku mencari pembuktian dan harus menerima pertaanyaan-pertanyaan warga. Sementara pada awal dia mengumbar cerita, dia tidak mengira akan menjadi begini jadinya.

 Sedangkan bagi sosok utama  yang mengalami  langsung cerita ini, pastilah merasa terganggu privacynya. Aib keluarganya, kalau boleh dibilang aib, menjadi diketaui warga, Berbeda sekali bila si sosok utama itu adalah penemu obat kanker, misalnya. Maka, tentu saja dia tidak seterganggu begini.

Ketiga, sisi daerah. Sisi daerah  atau plot cerita, bisa menjadi besar efek sampingnya. Konon disebutkan kalau Desa Penari itu di daerah yang selama ini dikenal sebagai asset wisata. 

Bagaimana tidak enaknya daerah yang dulu didatangi untuk suka-suka, menjadi berunsur menakutkan. Mungkin bila pengunjung beramai-ramai mendatanginya, rasa takut itu tidak besar. 

Tapi bila sendirian bagaimana?  Bagaimana pula  pada malam hari? Tentulah warga yang selama ini menempati daerah tersebit menjadi risih karena dianggap orang tempatnya berhantu.

 Efek lainnya, bagi yang sebelumnya menjadikan daerah tersebut sebagai objek mencari rejeki, pada akhirnya kehilangan mata pencaharian. Lagi pula tidak ada warga suatu kampung yang ingin kammpungnya dianggap "keras" alias berhantu.

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun