kau yang telah meniduri pohon kota
trotoar membiarkan nyali langit kalap
memberangus kaki-kaki yang bergegas
dan kening berlipat menahan silau
keringat yang menetes tanpa sapaan
kau yang membiarkan tanah-tanah tanpa napas
jalan-jalan dipecundangi air
hujan malu-malu dan cemas meninggalkan langit
karena ke mana dia akan mengalir
ke rumah-rumah
ke kolong tempat tidur dan memakan semua perabot
memakan perut-perut yang kelaparan
kau yang telah meniduri kota
tubuhmu sangit
membiarkan kota hamil tanpa bapak
entah kemudian janin membrojol
kepada jelata melabuhkan
meratap-ratap
hujan tak akan berhenti
begitu banyak air mata
begitu saja kau telah lupa
mengalirkan cerita ke kali kecil
tempat ikan biasa bermain dadu
mengaduk mimpi perjudian
Ujung Kata, 819
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H