Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lilin

21 Agustus 2019   15:10 Diperbarui: 21 Agustus 2019   15:29 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

menolak dingin
adalah segumpal nyala lilin

sekuat apa dia memberi terang?

tak ada sekuat ini
mengalahkan segala
mesin-mesin, lampu-lampu, semua utuh
hanya minyak  luluh
meleleh lalu menguap terbang
hilang

lilin tak seterang harap gemerlap
sehingga bisa membedakan mana jarum
mana lubang benang

lilin larut dalam sinar
melelehkan perjuangan demi engkau
membakar badan hingga titik terakhir cahaya
hingga titik badan
lalu binasa

apakah cahaya itu abadi?

hanya perjuangannya  abadi
sekeping kisah kau cungkil
bisa engkau lebur menjadi sesuatu
atau engkau melempar ke lantai
orang membuang ke tempat sampah
menjadi sampah

bila engkau tak ada pilihan cahaya
engkau berharap pada lilin
apabila dendam membuatmu lengah
dia menjalarkan lidah api
pada gaunmu terbuka
membakar hingga luka
cahaya bisa melenyapkan
lenyap

dia baik
peliharalah
hargailah ketika engkau menikmati daging asap
di meja restoran paling tinggi
paling bintang 

dia menautkan rasamu,
rasa kekasihmu pada remang  syahdu
sebelum gelap memagut
berpagutlah

lilin menerangi siluet kalian
sampai mampus
binasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun