Sebenarnya saya ingin memanggilnya Mang Juhai. Tapi, berhubung nama itu milik tetangga, dan bisa melanggar hak cipta untuk seorang  lelaki kanji (genit), maka agar aman, saya menyebutnya Mang Julur.
Dia lelaki yang ketampanannya di bawah rata-rata. Kulit hitam manis, tapi lebih banyak hitamnya ketimbang manis. Hidung mancung, bedanya orang mancung ke luar, dia mancung ke dalam. Ada juga yang mancung ke luar. Pertama, Â giginya. Kedua, perutnya. Ketiga, Â kau sendiri tahulah yang mana itu. Â
Badan Mang Julur  samekot alias satu meter kotor. Kotornya itu karena ditambahi jambul tinggi, dan dia sering berjinjit biar tubuhnya lebih jangkung semilimeter-dua.
Namun, apakah kau mengira dia akan jeblok masalah perjodohan? Sama sekali tak! Umpamanya sekarang dia beristrikan Bik Nah yang segede gentong, itu hanya kebetulan saja. Mang Julur tetap mencoba peruntungan dengan Loli si tukang Salon atau Minah tetangga  Mak Adul.
Cara bicara Mang Julur  itu lho yang membuat perempuan klepek-klepek.  Dia selalu mampu membuat setiap  perempuan yang berpapasan dengannya, selalu singgah. Itulah maka dia digelar Suhu Seribu Pelet.
Bik Nah sering kelabakan melihat tingkah lakinya itu. Ibarat kambing, Mang Julur suka memakan sayuran tetangga. Berbagai trik sudah dilakukan, tapi Bik Nah selalu kalah di tikungan. Seperti seminggu ini, Mang Julur mulai mengulah. Konon kalau listrik tak sering byar-pet, tak palah dia peningkan. Mang Julur biasanya hanya tercogok di  warung Mang Kelir. Apalagi kalau bukan menonton acara tengah malam yang membuat segala air keluar. Mulai dari air liur hingga air lain-lain.
"Pantun, abak kau di mana?" geram Bik Nah. Warung Mang Kelir sering tutup menjelang maghrib. Lalu, ke mana ayam sayur itu ngelayap? Nafsunya saja yang kuat. Â Dia atas kasur baru setengah ronde dia sudah tepar membahana.
"Kurang tau, Ebok. Tadi abak aku lihat meminggir-minggir di dekat selokan."
"Meminggir-minggir dekat selokan? Apa abak kau mulai tak waras?"
"Selokannya di dekat salon Tante Loli." Pantun masuk ke kamarnya.
Bukan main meradang hati Bik Nah. Dia bergegas ke  rumah Pekni, hendak meminjam senter bola besar.  Dia kemudian  ke salon Loli. Benar saja, ayam sayur itu sedang berduaan dengan si Loli penggatal. Bik Nah menyenter wajah suaminya, lalu setengah menyeretnya kembali ke rumah.