Fuad tertawa. Aji juga tertawa. Dia berpikir Fuad tak akan mau bermain dengan orang kampung sebelah itu. Ternyata salah. Fuad memang benar-benar ingin mengajaknya ke sana. Kalau Aji menolak, siap-siap saja Fuad membatalkan rencana mereka ke kolam renang minggu depan .
Setelah pintu depan ditutup Bik Nah, Aji malas-malasan berjalan di belakang Fuad. Saat mereka melewati penjual es doger, Aji bertanya, "Apa tak lebih baik kita minum es doger?"
"Tak mau!" ketus Fuad.
Mereka akhirnya tiba di tempat acara tujuhbelasan itu. Aji terbelalak. Beberapa anak yang sedang ikut lomba tarik tambang, ternyata tak asing baginya. Ada Ijal, Ropik. Abdi dan Iqbal. Bukankah mereka anak-anak yang satu komplek perumahan dengannya?
"Aji, ayo cepat ke sini! Kita kurang kawan. Kau juga Fuad, gabung dengan kami. Pokoknya kita harus juara tarik tambang. Hadiahnya satu lusin buku. Lumayan!" Ropik memanggil mereka. Aji mendengus. Hadiah satu lusin buku, apa hebatnya? Ayah Aji bisa membeli lebih satu lusin buku setiap hari. Â Â
"Ayolah, Aji! Ikutan main. Pokoknya seru!" Ibu telah berdiri di belakang Aji. Karena malu didorong-dorong ibu, akhirnya dia ikut lomba tarik tambang. Kemudian dia ikut lomba lainnya, termasuk bermain bola di lapangan berlumpur. Anak-anak bergabung dengan bapak-bapak, bermain bola sambil mengenakan rok panjang yang disediakan panitia. Tentu saja sangat sulit bagi mereka untuk mengejar dan menendang bola. Akhirnya mereka selalu terjerembab. Atau, sesekali mereka bertabrakan. Tapi bukannya megaduh kesakitan, semua hanya tertawa kesenangan. Pokoknya seru sekali!
Pukul empat sore, acara tujuhbelasan itu usai. Aji memperoleh beberapa buku dan alat tulis. Ibu memperoleh satu panci dan satu kuali. Tak ketinggalan, ayah mendapatkan dua kaos oblong. Semua yang mereka dapatkan adalah hadiah lomba tujuhbelasan itu.
"Gimana, Aji? Besok-besok kalau ada acara apa saja di kampung sebelah, apakah kau ingin ikut?" tanya ayah saat mereka sedang bersantap malam.
"Ikut, Yah? Pokoknya seru sekali," jawab Aji sambil mengangkat jempol tangan.
"Lebih enak bermain di kampung sebelah apa mendekam terus di kamar sambil main playstation, Aji?" Kali ini ibu yang bertanya seperti menyindir. Aji tersipu malu, lalu membenamkan kepalanya di dekapan ibu.
---sekian---