"Saranku, kau relakanlah Prakas menikah lagi. Ini jalan terbaik seperti yang telah kulakukan. Hasilnya, kami tetap rukun sampai sekarang," kata Ani kala itu.
Tapi hatiku berontak. Aku tak setuju dengan pilihan hidup Ani. Itu tak adil. Seorang suami haruslah tetap mencintai istri, apapun kondisinya. Ketika menikahi istri dengan kondisi rupawan, janganlah pula menyampakkannya manakala bencana menimpa, seperti kecelakaan yang kualami. Artinya, kala bagus diterima, begitu pula kala buruk.Â
Ternyata apa yang ditunjukkan seorang Prakas, sangat melenakanku. Jangankan berniat ingin mendua, kala kusinggung apakah ada rencananya memaduku, dia malahan marah-marah. "Memangnya aku apa?" Kira-kira demikianlah yang diucapkannya saat itu.
Tahun demi tahun pun berganti. Prakas tetaplah seorang suami yang setia. Namun menginjak tahun ketujuh usia perkawinan kami, mulailah isu menerpa. Beberapa istri tetangga menceritakan bahwa sebenarnya Prakas bukanlah suami yang setia. Di rumah saja dia bermanis-manis, tapi di luaran buaya. Dikabarkan, hari-hari Prakas dipenuhi percintaan dengan perempuan penjaja seks.
Sebenarnya istri-istri tetangga ingin merahasiakan hal itu kepadaku. Berhubung kasihan, akhirnya mereka tak tega. Aku harus tahu kalau Prakas adalah musang berbulu domba.Â
Begitupun aku menganggap ucapan orang hanya isapan jempol semata. Hingga suatu hari, kala aku dan anak-anakku berjalan-jalan ke mall, kulihat Prakas berjalan berdua dengan seorang perempuan. Pertama aku hanya menganggap salah-lihat saja. Tapi setelah diamat-amati, dia memang Prakas-ku seorang.
Hatiku bergejolak. Aku  ingin marah dan memaki-makinya. Bahkan ada niat meminta cerai apabila dia memang ada main di luar sana. Namun saat melihat anakku yang mulai tumbuh besar, kemudian menyadari kondisiku yang tak rupawan lagi, aku mencoba tabah. Ini harus kuterima apa adanya. Lagipula, mungkin perempuan itu rekan kerjanya.
Tapi sejauh mana istri dapat menahan perasaan? Prakas semakin hari bertambah gila dengan perilakunya. Dia mulai sering pulang malam, bahkan pernah tak tidur di rumah sampai lima hari dengan alasan tugas kerja ke luar kota. Aku berusaha mahfum. Hanya saja selalu ada bukti yang tak sengaja dibawanya ke rumah. Seperti nota pembelian minuman di pub anu. Nota menginap di hotel anu, yang setahuku menjajakan perempuan penjaja cinta. Kemudian bekas lipstik di kemejanya. Dan tanda merah di dada yang kerap sengaja ditutup-tutupinya.
Sepandai-pandai tupai melompat, pasti sekali waktu akan jatuh juga. Begitu pula yang terjadi kepada Prakasa. Berbilang tahun digelimang perempuan tak benar, akhirnya dia kehilangan kejantanannya sendiri. Berawal dari penyakit kelamin yang mendera, kemudian divonis dokter dia impoten setelah sembuh, akhirnya menanggalkan keisengannya di luar sana.Â
Dia menjadi suami yang baik di rumah. Tapi hingga sekarang hatiku tetap memendam rasa sakit. Pertama, karena dia telah menodai rasa cintaku. Kedua, noda cintanya yang terjaja di luar sana, pada akhirnya memberiku ampas, yakni dia impoten dan tak bisa lagi melakukan tugasnya sebagai suami.
---