Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sindikat Kopi (Bab I)

24 Juli 2019   12:59 Diperbarui: 28 Juli 2019   13:03 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay

Bagian ke 1

Abraham Moer mondar-mandir di ruang kerjanya. Dia tak habis pikir, kasus kali ini telah menyita seluruh hidupnya. Pembunuh itu seperti belut. Berkali-kali Moer merasa hampir menangkapnya. Tapi belut itu tetap lepas.

Harusnya kasus itu dapat dia selesaikan dengan singkat. Tatkala dugaan mengerucut kepada seorang tersangka, mendadak buyar dan melebar ke mana-mana. Media massa dan pengamat semakin membuat buram kasus itu. Padahal naluri Moer tertuju kepada seorang lelaki; Harisman. Dialah pelaku utama, yang pandai bersilat lidah dan bersalin rupa. Moer berjuang sekuat tenaga untuk melemparkan lelaki itu ke ruang sidang. Hanya saja data-data yang dia kumpulkan masih terasa mentah. Lagi pula Harisman didampingi orang-orang kuat yang sulit dienyahkan.

Moer duduk di belakang meja kerjanya. Sepasang kaki dia angkat ke atas meja. Dia menangkupkan dua telapak tangan di belakang kepala. Kipas angin di langit-langit ruangan, berputar kepayahan. Suaranya sangat mengganggu. Seharusnya benda satu itu sudah masuk tempat sampah. Moer butuh kipas angin baru, yang bisa menghapus keringat di sekujur tubuh, dan membuatnya berpikir lebih jernih.

Dia memikirkan racun sianida itu. Es kopi Vietnam. Seorang korban perempuan. Ach! Dia menurunkan kaki dari atas meja. Mengusir Fick yang mengintip dari sela pintu dengan kibasan tangan. Lalu, tiba-tiba dia tersenyum. Dia ingat seseorang. Buru-buru dia keluar dari ruangan kerjanya. Dia hampir menabrak Fick.

"Dan, ada perampokan di Jalan Enggang!" kata Fick sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya.

"Kau uruslah! Kau yang pimpin! Aku ada kerjaan penting!" Moer melesat menuju mobil di parkiran. Wuung! Dia terbang menyisakan Fick yang hanya bisa melongo.

***

Dari seberang jalan ini kamu tak akan bisa menemukan tempat itu. Hanya ada sebuah bangunan tua yang membuat kamu takjub. Bangunan tua dan besar, bahkan seperti memiliki aura magis apabila malam jatuh dalam lingkup gelap tanpa bulan, tanpa bintang.

Tapi, dari dunia mana harum kopi menyengat yang membuat kamu harus berhenti sejenak? Naluri maniak kopi tak dapat didustai dengan hambar bau kopi sachetan,atau harum aroma khas kopi tubruk yang diperlakukan seperti puteri raja.

Kamu harus memasuki pekarangan dan melintasi bangunan tua itu. Lima meter di belakang banguan tua itu, agak tersembunyi oleh rimbun perdu menyemak, sebuah bangunan mungil akan menyambut kamu, bukan hanya dengan arsitekturnya yang menarik, tapi dengan kopi yang tak hanya menyisakan harum, tapi cairan hitam itu akan menjalar di tenggorokan kamu, seperti lekat oleh rasa nikmat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun