Di awal-awal bulan pernikahan mereka, memang kondisi keluarga Haris morat-marit total. Dia yang memboyong istrinya ke sebuah rumah kontrakan di bilangan pinggiran kota, semakin memperparah perekonomian mereka. Tapi dia tak putus asa. Istrinya yang tegar malahan berniat membantu Haris dari keterpurukan membiayai keluarga mereka. Dia iseng-iseng membuat kue-kue basah yang dititipkan ke warung-warung di dekat rumah mereka. Ternyata laris-manis. Singkat cerita, tak sampai setahun usahanya sukses. Mereka bisa mengkredit rumah sekaligus modal dari bank demi membesarkan usaha. Sementara Haris terjun bebas total membantu istrinya. Artinya, dia nekad berhenti bekerja dari pabrik itu. Dan Haris berhasil sehingga menjadi pengusaha yang cukup sukses.
"Berarti menikah itu tak pernah membawa kemelaratan. Andainya aku tak menikah, mungkin sampai sekarang aku tetap menjadi pekerja di pabrik karet itu," kata Haris mengakhiri perbincangan kami di hotel itu.
Pintu hatiku terbuka. Maka dua bulan setelah itu, aku nekad menikahi seorang perempuan yang kupacari hampir satu setengah tahun. Bayang-bayang kegagalan perekonomian pun mengelilingiku. Nyatanya benar adanya. Sampai anak kami yang pertama lahir, aku tetap memondokkan keluargaku di rumah orangtua. Bahkan sampai anak kami itu berusia hampir dua setengah tahun. Aku merasa kecewa karena tak senasib dengan Haris. Ide dan cara pandang memang bisa ditiru, tapi takdir, Allah yang menentukannya.
Dalam kekalutan pikiran, tiba-tiba seorang saudara sepupuku mengajakku berbisnis di bidang kuliner. Katanya untungnya lumayan. Tapi aku dimintanya tak tinggal di rumah orangtua lagi, tapi berada di dekat rumahnya agar komunikasi bisa lancar. Sementara dia rela memberikan sebuah rumah mungilnya untuk kutempati sementara tanpa biaya sewa.
Aku nekad berhenti dari perusahaan kontraktor itu. Itu saran temanku. Kalau bekerja jangan pernah sambilan. Harus fokus. Kalau mau bekerja yang ini, jangan meleng lagi ke pekerjaan yang lain. Contohnya, bila ingin berbisnis pempek, jangan tiba-tiba ingin membuka usaha sambilan biro jasa misalnya. Itu tak bakalan maju. Biar pun usaha itu kelihatan sepele, tapi bila ditekuni dan dikerjakan bersama-sama dengan istri, pastilah hasilnya memuaskan.
Perjuanganku pun cukup menjanjikan sampai sekarang. Aku bahagia bisa hidup tenang meski belum seratus persen mapan. Dan aku bersyukur telah nekad menikahi Ire (nama samaran istriku). Bila aku takut-takut dan urung menikahinya, barangkali sekarang aku tetap bekerja di perusahaan kontraktor tanpa perbaikan ekonomi.
---
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI