Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Terlepas Perangkap Cinta Terlarang

8 Juli 2019   12:30 Diperbarui: 8 Juli 2019   18:13 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Jelas saja aku menolak keras. Aku mulai mencoba menghindari setiap pertemuan dengannya. Hanya saja dia bagaikan bayangan. Ke mana aku pergi, entah darimana dia muncul tanpa diduga. Dia memiliki bermacam trik untuk melumpuhkanku. Misalnya, ketika aku sedang berbelanja, dia bela-belain mengangkat barang belanjaanku. Ketika mobilku ngadat di jalan, dia muncul bak pahlawan mereperasi mesin mobil. Ketika aku sedang kebingungan mencari alamat rumah teman, dia juga muncul dan berubah sebagai penunjuk jalan.

Oh, Tuhan. Ternyata pertemuan demi pertemuan, membuat hatiku tercuri. Aku mulai melupakan siapa Hengky. Aku tak lagi memikirkan hati Inggit. Cinta yang layu dan mati, bertunas kembali. Hengky pandai memanfaatkan situasi. Dengan rayuan mautnya, aku mengiyakan menjadi pacarnya. 

Maka bagaikan menggunting dalam lipatan, menjegal kawan seiring, aku mulai menjalani percintaan terselubung. Ibaratnya kucing-kucinganlah. Inggit yang memang bukan perempuan pencemburu, menganggap semuanya aman-aman saja. Padahal tanpa dia sadari, kemunculan Hengky di rumah kami, lebih sering hendak menemui aku. 

Barulah kurasakan kenikmatan bercinta untuk yang pertama kali. Hengky benar-benar sanggup membuatku bagai ratu. Dia pandai merayu. Dia sangat memahami bagaimana membuat perempuan menjadi senang, sampai merasa narsis sendiri. Namun dalam balutan uforia cinta, aku memikirkan keseriusan hubungan kami. Bagaimana pun kami tak mungkin berpacaran terus. Suatu saat aku dan Hengky harus menikah, memiliki anak-anak yang manis dan lucu dan membangun sebuah keluarga kecil yang bahagia. 

Sayangnya aku sangat ragu semua harapanku bakal terwujud. Bagaimana perasaan Inggit manakala aku dan Hengky menikah? Bila kami akhirnya kawin lari, apakah aku tega meninggalkan kedua orangtua dan Inggit yang menyayangiku? Lagian ketika kusinggung masalah pernikahan dengan Hengky, wajah lelaki yang kucintai itu langsung memucat. Seperti aku, dia tak sanggup memecahkan persoalan yang menghalangi niat suci kami. Pasti Inggit sakit hati terhadap rencana kami. Pasti kedua orang tuaku menolak keras. Mereka sangat ingin Inggit menikah. Lalu, kalau bukan dengan Hengky, dengan siapa lagi?

Di tengah kebimbangan yang mendera hati ini, tiba-tiba Tuhan membuka mataku. Suatu hari seluruh karyawan di tempatku bekerja, pergi berekreasi ke suatu tempat. Hengky sengaja tak kuajak. Karena sebagian teman kerjaku tahu kalau Hengky sebenarnya kekasih Inggit. Kan bisa bahaya! 

Saat tiba di lokasi rekreasi, seorang teman menggamit lenganku. Dia menunjuk ke arah seorang lelaki yang sangat aku kenal. Lelaki itu Hengky. Dia sedang berpelukan mesra dengan seorang perempuan yang tak lebih cantik dariku, melainkan lebih seksi. Hatiku jelas bergejolak. Segera kudekati dia dan pasangannya. Aku ingin melabrak mereka berdua. Tapi akhirnya aku yang duluan terperangah. Baru saja aku menyapa, Hengky pura-pura tak mengenalku. Bahkan ketika perempuan itu menanyakan kepada Hengky siapa aku, lelaki brengsek itu mengatakan bahwa mungkin aku salah seorang fansnya. Brengsek!

Sepulang dari rekreasi langsung kuutarakan kepada Inggit bahwa dia harus memutuskan hubungan cinta dengan Hengky. Lelaki itu tak benar. Dia sudah memiliki seorang kekasih. Kuceritakan tentang pertemuan  kami yang tak sengaja di lokasi rekreasi. Tanggapan Inggit dingin saja. Dia hanya menangis sebentar. Kemudian menganggap Hengky memang bukan jodohnya.

Sementara aku selain sakit hati terhadap Hengky, tentu saja merasa bersalah terhadap Inggit. Hanya saja aku bersyukur, di saat cinta bersemi, Tuhan memberikanku kesempatan untuk mengetahui belang lelaki yang pura-pura mengasihiku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun