Hari ini masih ragu aku menyulam kata agar aku masuk ke hatimu yang tak berpintu. Karena aku tak punya surat sakti, hai tuan yang budiman, penguasa kata-kata, kami merayap tanpa harta.
Kami berteriak sehingga serak. Berjibaku dengan keringat dan air mata, kami tak lagi punya suara, kau berkata, tunggu antrian, yang pertama utama.
Ketika orang berdasi itu, senyum basa-basi, menyorongkan  kepala dengan kuasa, pintu terbuka, begitu banyak, dari pintu mana saja silakan. Kami sibuk mengurusi formulir sakit hati,  menyuruk dari pintu yang dibuka sedikit. Sangat sedikit.
072019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H