Menjalani  di sini, aku menajam syair, tapi tak setajam petir, ketika usai menabur hujan, kecambah tumbuh, menjadi batang, memberi buah pada kehidupan, ternyata sama sekali salah, aku memajal syair, membiarkan gurun kata kehilangan air, sebelum berjuang memilih pusara, ketika layu sebelum kembang, sebelum kumbang.
Aku penyair gagal, menumbuhkan janin rasa, tumbuh di dada, dari kata-kata memintal iba, tapi orang terlalu sibuk mengasah kesedihan, saat kering, air mata hanya pura-pura.
Ranting patah tak akan persembahkan buah, selain buah kita tumbuhkan di pasar kota yang bisa dibarter dengan dunia. Seperti aku, mencoba merangkai  syair, tapi kehilangab rima, sungguh rasa hanya tipu daya. Pada syair tetap  kucoba segala cair, syair tak sudi tumbuh di sini, sebelum pagi terburu membuka cahaya memulai hari.
Terasrasag06219
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H