Melihat wajahmu, setelah tawa itu pecah, kau menjelma taring, mengerkah kami, tipuan  manis  ajak sesat, kami hanya mampu menangis, saat ingin berlari, kami kehilangan pintu, entah di mana kau sembunyikan mata kunci dari mata hati, sebelum mati kami ingin berbuat sekali.
Kau bagi-bagi mimpi kami, selaut harap pada jalan kami tiarap, tanpa tujuan di labirin waktu kami terpusing gerak, kembali ke jalan sama, lubang sama, menggali lobang dan siap membenam, sebelum karam.
Khatam sudah ingin dibawa angin, Â kemarau tak memberi kering, hujan tak menyisakan basah, negeri tuan tanah, kami segera menyerah kalah. Masihkah pintu itu mengirimkan tangan-tangan juang? Atau hanya liang pelarian setelah itu hilang? Hari ini kami kehilangan batu nisan.
-ujungharap 062019-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H