Euforia menyikapi Ramadan, ibarat bunga mekar di pagi nan sejuk, saat jari-jemari matahari seakan menghitung kelopak selembar demi selembar. Tapi, semakin ke sini, manakala arus modernisasi menggerus suka cita, di situlah saya sedih. Merasa gamang karena masa kecil saya semakin kabur dari pandangan, kemudian menghilang.
Daerah saya dari tempat sudut dari yang tersudut di jagat negeri ini, seakan tetesan embun yang menyadap kenangan. Ada tradisi atau semacam kebiasaan di daerah saya, Mandailing, Sumatera Utara dalam menyambut datangnya Ramadan. Seperti :
Pertama, pawai obor. Semacam w di tiga malam menjelang Ramadan, dengan bertakbir, tasbih dan tahmid keliling kota dan pelosok. Mengabarkan tak lama lagi bulan agung tiba. Kedua, meugang.Â
Adalah pasar yang menggelar daging sapi, sebagai wujud gegap gempita. Bahwa bukan hanya mata dan telinga yang bahagia menyambut Ramadan. Â
Juga hidung yang membaui rempah sop tulang atau rendang daging. Lidah yang ingin merasakan lezatnya kemewahan menjalari cita rasa. Pun perut pada rasa kenyang yang bermartabat. Ketiga, marpangir.Â
Sekan tak ingin ketinggalan, tubuh-tubuh yang sangat menyemut sungai, ingin merasakan harum aroma tubuh dan mulut, agar kelak saat shalat tarawih, tak membuat semak jamaah lain.
 Aroma wangi tumbuh dari ramuan bunga-bunga. Arang yang membuat senyum merekah menyamai senyum pepsodent. Parutan kelapa yang tak kalah dari kemilau shampo sunsilk.
Sementara ada pula tradisi berbeda yang mengharu biru, antara suka dan lara mengakhirkan Ramadan. Pun Sebab akan menemui lebaran yang melebar ke jalan-jalan, ke rumah-rumah, saling bersilaturrahmi dan sungkem-sungkeman.
Saya mengingat ada semacam tradisi bersih-bersih untuk mengakhirkan Ramadan. Bersih-bersih rumah, bersih desa. Tak hanya baju yang ingin baru, lingkungan juga ingin bersih dan menawan.
Ada juga kegiatan kuliner dari kegiatan mangalomang atau memasak lemang. Yang memenuhi jalan-jalan dengan penjaja bambu. Yang memenuhi bungkah gairah memasukkan daun pisang, beras ketan dan santan ke lobang bambu.Â
Membiarkan api pembakaran sedikit redup, dan membiarkan bara bekerja membuat matang yang pas untuk sebatang lemang. Berjuang menghalau api bila membesar, ditakutkan menggosongkan harap pada selegit lemang.