Beberapa hari kemudian Sulung hanya bermalas-malasan di rumah.Â
"Kenapa Abang tidak menggarap tanah itu lagi? Ayolah, Bang! Sekarang adalah waktu yang sesuai untuk bercocok tanam," kata Bungsu.
"Sebenarnya aku hanya ingin kita bertukar tempat. Maksudku, aku yang memelihara sapi, dan tanah itu menjadi milikmu. Bagaimana? Kau mau?" tanya Sulung.
Wajah Bungsu langsung berubah cerah. Dia memang menginginkan tanah itu. "Aku setuju!" ujar Bungsu yang disambut Sulung dengan senyum yang lebar.
Maka sejak saat itu, Sulung memelihata sapi, dan Bungsu menggarap tanah di kaki bukit.
Beberapa bulan lamanya, sapi milik Sulung beranak-pinak. Sementara pepohon mulai tumbuh di atas tanah milik Bungsu. Dia juga telah satu kali memanen sayur-mayur. Tapi musim kemarau yang datang tanpa diduga, membuat pepohonan dan sayur-mayur milik Bungsu menjadi layu. Karena itulah dia bermaksud menggali sumur di sekitar pinggir kebun.
Berhari-hari dia menggali sumur dengan sabar. Hanya saja dia belum berhasil mendapatkan mata air. Hingga suatu hari cangkulnya menyentuh sesuatu yang keras. Sesuatu itu adalah sebuah peti besi berisi emas.
Bukan main gembiranya hati Bungsu. Dia langsung mengabarkan kepada si Sulung tentang harta karun yang dia dapat. Meskipun tanah dan seluruh isinya sudah menjadi miliknya, tapi Bungsu tetap membagi harta temuannya kepada Sulung. Akhirnya dua bersaudara itu menjadi orang yang kaya-raya dan dermawan.
---sekian---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H