Dulu, dia seorang kembang desa. Berhubung berpacaran dengan seorang pemuda kota yang mengaku pengusaha, maka dia hengkang ke kota besar. Tepatnya dia melarikan diri, atau kawin larilah.Â
Dengan pacar yang telah menjadi suaminya itu, dia akhirnya hidup susah. Bagaimana tidak, ternyata si suami hanya pembohong. Dia seorang buruh yang bekerja serabutan. Terkadang sehari bekerja, dua hari libur. Oleh sebab itu Piah membantunya dengan bekerja sebagai penjaja kue.
Ternyata kebutuhan hidup sangat banyak. Si suami yang tak memiliki akal sehat itu, akhirnya menjadikan Piah menjadi kembang lokalisasi. Piah diserahkan kepada germo, dengan perjanjian, tiap bulan sepuluh persen dari pendapatan Piah menjaja diri, masuk ke kocek suaminya. Wah, wah! Perjanjian gila yang sangat menyakitkan.
Piah berusaha berontak. Tapi apa daya seorang kembang desa yang udik, plus kekurangpendidikan. Akhirnya dia menjadi pelengkap penderita saja. Dia menjaja diri, sekaligus nurani. Dia terpenjara di lingkungan penuh dosa. Padahal dulu di desa, meskipun menjabat sebagai kembang, dia adalah perempuan alim yang taat beribadah. Sekarang, ibadah apalagi? Rutinitas hanyalah merajut dosa dari segumpal menjadi sepeluk. Dari sepeluk menjadi serumah. Kemudian segedung. Segunung. Ah, dosa itu mengalir dan membuatnya semakin ringkih.
Dia membujuk suaminya agar menariknya dari lumpur lokalisasi. Namun si suami yang berotak bejat, tak mau. Begitu Piah menua, kemudian tak laku, dia pun didepak dari lokalisasi oleh sang germo. Sang suami menghilang tak tentu rimbanya. Terpaksalah Piah menggelandang. Menjadi pengemis yang menambah kekumuhan kota.
"Nama suami ibu siapa?" tanyaku.
"Rahul...."
"Apakah ibu sudah pernah bertemu dia lagi?"
"Sudah! Malahan dia bekerja di sini. Tapi dia selalu mengatakan kepada setiap orang bahwa aku adalah hantu yang selalu muncul di koridor rumah sakit ketika malam benar-benar sepi. Dia tentunya hanya ingin bersembunyi agar orang-orang tak mengetahui bahwa aku adalah istri sahnya."
"Kejam sekali! Lalu ibu tetap datang setiap malam di koridor ini?"
"Ya, hampir setiap malam aku muncul, membuat nyali lelaki brengsek ciut. Aku tak perduli apakah orang-orang akhirnya ketakutan dan terbirit melihatku." Dia terawa. Sementara pikiranku menjalar kepada Bao. Ya, Bao.... Lelaki yang baru kukenal sehari. Mungkinkah dia suami Piah?