Di tempat itu tak ada malam. Siang terus sepanjang tahun. Mula-mula ketika  ada orang gila yang mencuri malam dari tempat itu, seluruh warga merasa senang. Mereka bisa menikmati matahari terus-menerus. Mereka bisa bekerja mencari uang dan kaya raya. Sungguh, tempat itu tak pernah tidur. Mesin-mesin selalu berbunyi nyaring. Jalanan tetap penuh mobil mengular. Klakson riuh. Pantai bergelimpang orang berendam cahaya matahari.
Tapi lambat laun mereka mengutuk orang gila pencuri malam. Mereka kehilangan waktu-waktu yang hening. Mereka tak dapat menikmati sepenuhnya makna lampu. Di sela siang yang terus-menerus itu, mereka sempatkan tidur. Kipas angin atau ac terpaksa dihidupkan dengan kekuatan penuh. Pun tak ada keromantisan di restoran bersama pasangan dihambur cahaya candle light dinner.
"Ke mana kita cari malam? Aku sangat ingin menikmati wajahmu dalam temaram." Seorang lelaki merayu kekasihnya di sebuah bis yang melaju dengan orang-orang penuh keringat.
"Aku juga ingin malam. Sudah lama sekali aku tak menikmati memejamkan mata dalam suasana gelap," jawab kekasihnya sambil melihat panas membara di luar sana.
Orang-orang kemudian berinisatif menciptakan gedung-gedung yang tertutup dan gelap. Mereka juga menggali bungker tanpa penerangan apa-apa. Tapi toh malam tak bisa dibuat begitu rupa. Malam datang secara alami, bukan hasil ciptaan manusia.
Hingga orang-orang kemudian memenuhi balai kota. Mereka mendemo pemerintah agar mencari si pencuri malam. Kalau perlu beli saja kendati mahal. Sudah bosan mereka dengan rutinitas siang yang membosankan. Suatu saat orang butuh yang melankolis, dan itu didapat ketika malam jatuh. Orang ingin tidur lelap dalam gulitanya malam, bukan dalam gulitanya kotak-kotak gedung atau bunker. Tak pula orang menikmati dinginnya kipas angin atau ac. Mereka butuh dinginnya malam!
***
Di tempat lain, para pencuri malam menikmati malam tanpa henti. Lampu-lampu menyala setiap waktu, dari yang benderang hingga yang temaram dan samar-samar. Mula-mula mereka menikmati malam curian, karena bisa bersantai sepanjang tahun. Tidur berlama-lama sampai gajih membalut tubuh dan mata bengkak seperti habis menangis.
Caf-caf selalu penuh dengan orang-orang yang menikmati malam. Para pekerja menikmati tugasnya bermalam-malam, menjadi pelayan jasmani hingga rohani. Orang bisa bertahan di caf-caf sambil minum kopi, wishky atau apalah yang bisa menghangatkan malam. Ada pula yang memilih tidur bertelekan meja karena letih menggelayut. Atau ada yang bertelekan pelayan di caf-caf yang menyediakan kasur mati dan kasur hidup.
Jalanan nyaris tanpa aktifitas. Tapi hotel dijejal orang yang tidur lelap atau tidur ayam dengan pasangan. Diskotik penuh orang-orang berkeringat. Restoran jutaan candle light dinner.
Tapi lama-lama mereka merindukan siang yang terang benderang. Terlalu pucat tubuh mereka karena melulu disiram gelap. Mereka butuh kehangatan sinar matahari. Butuh sunset dan sunrise karena itu adalah kesyahduan. Mereka butuh berendam cahaya matahari. Berlalu-lalang dengan mobil mengular di sepanjang jalan. Bergebuk dengan keringat.