Jali melompat girang teringat Kimo. Mudah saja menaklukkan bocah itu, hanya bermodal  lima biji permen, dia pun meleleh.
"Kak Sisil doyan martabak, Bang," Â jawab Kimo.
Jali akan berhasil menembak Sisil dengan sihir martabak. Tapi sesampai di pusat jajanan, dia bingung memilih antara martabak manis atau martabak sayur.
Sisil itu cewek manis, pastilah doyan yang manis-manis! Dia akan klepek-klepek melihat martabak berminyak dengan taburan keju dan biji jagung. Jali yakin Sisil akan menerima cintanya, kendati agak lucu mau "nembak" hanya bermodalkan martabak.
Setelah empat lembar sepuluh ribuan berpindah-tangan, Jali tancap sikil---kebetulan dia berjalan kaki---ke rumah Sisil.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, cewek idaman sedang duduk santai di teras bersama Kimo.
"Hay, Sisil. Gua ada oleh-oleh spesial buat elo. Tarraaa!"
Martabak berpindah tangan. Ada semburat merah di pipi Sisil. Namun saat kotak martabak dibuka, dia seakan hendak mengaum, menghentak kaki, masuk ke dalam rumah.
"Abang salah sih mau menggagalkan program diet kakak. Pipinya akan bertambah gembung karena matabak manis ini."
"Kan elo bilang makanan kesukaan Sisil itu martabak. Bagaimana, sih! Kau bohong, ya?" Di kepala Jali seakan tumbuh sepasang tanduk.
Kimo malu-malu. "Abang salah! Kesukaan Kak Sisil memang martabak, tapi yang sayur bukan manis. Ini sih bagian gua."