"Nah, kalau kamu sudah tahu, pintu gerbang masih terbuka lebar. Silakan!" Lelaki tua itu menyuruhnya pulang.
Amba tak lupa mengatakan alasan dia terlambat datang karena harus melaksanakan Shalat Maghrib.
Begitulah, hari-hari berlalu, membuat Amba kesal. Teringat ibunya, dia pun menghilangkan rasa kesal itu. Dia yakin apa yang diucapkan ibu adalah hal terbaik untuknya. Hingga saat dia akan menggiring domba-domba menuju padang rumput di pinggiran kota, sebuah mobil mewah berhenti di depan rumahnya. Dia terkejut melihat siapa yang datang. Ternyata dia itu Wak Zaman. "Hai, pemuda ke marilah. Siapa namamu?" tanyanya.
Amba bergegas menemuinya, "Amba, Pak?"
"Di mana ibumu? Saya ingin memastikan kapan kalian melamar putri saya?"
"Kami akan menikah?" Amba seakan bermimpi.
"Ya, kalian akan menikah. Hanya kau yang cocok menjadi menantu saya. Perintah Allah saja kau selalu jalankan tepat waktu, mana mungkin kau menyia-nyiakan putri saya."
Akhirnya Amba menjadi menantu orang kaya raya dan memegang tampuk pimpinan salah satu cabang perusahaan Wak Zaman.
*diceritakan kembali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H