Lelaki itu sebentar terdiam. Dia heran karena seperti mendengar suara tikus yang ramai. Kenapa di gedung seindah itu ada suara tikus? Apakah telinga Asop yang salah? Lelaki itu menelengkan kepala. Lalu melompat-lompat kecil sambil memukul kepala itu. Dia berpikir ada tikus besar di liang telinganya. Tapi ternyata dia hanya mengkayal.
Dia perlahan mengambil sebotol minuman merah di kulkas, lalu menenggak isinya. Dia malu ketika menyadari di lemari pendek sebelah kulkas, tersusun gelas kristal. Untung saja tak ada yang melihat. Padahal dia baru hari pertama bekerja.
Dia pun duduk di belakang meja. Memutar-mutar tubuh. Kursi bisa berpusing tiga ratus enam puluh derajat. Lalu perlahan dia menghidupkan laptop. Oh, ya. Dia baru sadar laptop itu belum dicolok ke stop kontak. Hanya saja dia ingat, yang namanya labtop terkadang bisa menyala tanpa arus listrik dari stop kontak.
Maka dia pelan-pelan mencari benda yang menjadi power di keyboard, agar dia menyala. Aha, berhasil! Ternyata dia menyala. Asop bangga merasa cerdas bisa menghidupkan laptop. Dia biasanya hanya mengerti mengurangi timbangan barang butut agar mendapat untung lebih.
Saat itulah dia melihat lobang sebesar kepalan orang dewasa si sudut ruangan. Ada sepasang mata yang menyala. Dia bergerak cepat melompat ke arah lemari. Melompat pula ke atas kepala Asop. Kebetulan sekali lelaki itu botak. Jadi tak akan mengganggu pekerjaan tikus itu ketika menggergaji kepala Asop.
Giginya yang kecil dan runcing berhasil menembus kulit kepala Asop. Lelaki itu bermaksud berteriak, tapi racun tikus lebih cepat bekerja. Sebentar saja, tikus berhasil membuat tubuh bongsor Asop meluncur ke bawah meja. Dia pingsan.
Penggergajian batok kepala Asop pun dimulai. Saat memakan otaknya, si tikus muda protes. “Otak orang ini beku. Dia bodoh sekali. Bagaimana dia bisa bekerja di gedung yang harusnya diisi orang pintar?”
Tikus tua yang penuh pengalaman berkata bijak, “Orang-orang di sini memang rata-rata pintar. Tapi pintar mengganti angka-angka dan menipu orang. Bukankah selama ini hampir setiap ada orang baru bekerja di gedung ini, kau hanya menyicipi otak-otak yang beku. Bodoh. Tugas kita hanya membuat otak mereka cerdas menipu. Masalah otak beku itu, sedekahkan saja kepada tikus miskin. Atau buang saja ke tong sampah."
Para tikus bergerak cepat. Beberapa tikus turun dari loteng membawa sebentuk mesin kecil. Mesin kecil itu di sambung dengan sarap otak Asop. Pekerjaan si tikus tua sangat cepat dan cekatan melebihi usianya. Dia menjadikan kepala botak itu sehat seperti sediakala, tapi tetap botak.
Mereka tak ingin ada orang masuk ke dalam ruangan, dan melihat aktifitas yang mencurigakan itu. Maka semua kembali ke loteng. Lobang sebesar kepalan orang dewasa itu kembali dilem. Lalu sunyi.
Asop tersadar, terkejut menyadari dirinya di bawah meja. Dia merasa sedang bermimpi. Dia tersenyum. Ruangan itu sangat nyaman, hingga dia bisa tertidur lelap.