Tantangan dan Solusi Pada Krisis Ketenagakerjaan
   Pada tahun 2024, meski era Covid-19 sudah mulai usai, kondisi ketenagakerjaan masih menggambarkan kenyataan yang pahit. ILO (International Labour Organization) baru-baru ini merilis data mengenai kesejahteraan para tenaga kerja global yang masih memprihatinkan. Meski perekonomian dunia sudah tidak begitu terdampak oleh Covid-19, dampak paska pandemi masih diterima oleh banyak pekerja di dunia. Eskalasi pengangguran yang masih terbilang tinggi di berbagai belahan dunia menjadi bukti krisis yang menjadi akibat dari pandemi. Kondisi hidup dan kerja kaum buruh di seluruh dunia terancam oleh situasi perekonomian global saat ini.
   Kaum buruh secara global masih rentan akan keuangan serta lingkungan kerja yang masih jauh dari kata layak. Jurang ketimpangan ekonomi menjadi lebih lebar yang juga diperparah oleh pandemi lalu memperburuk ketidakpastian para buruh. Meski tercatat beberapa negara sudah pulih oleh pandemi, banyak orang masih merasakan belum meratanya pemulihan tersebut, apalagi mereka yang bergantung pada profesi yang tidak tetap dengan upah yang rendah.
   Pada skala nasional, tantangan serius dihadapi oleh Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan jumlah tenaga kerja migran terbesar di dunia. Omnibus Law (UU Cipta Kerja) yang diharapkan oleh pemerintah dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi, pada kenyataannya proses ini mengakibatkan buruh menjadi rentan dengan isi Omnibus Law yang menurunkan kepastian dan hak-hak esensial para buruh. Harga komditas dan biaya hidup yang terus melonjak tidak berbanding lurus dengan upah buruh di Indonesia. Hal ini dapat menciptakan ketidaksebandingan yang akan merugikan kaum pekerja.
   Selain pandemi, krisis ketenagakerjaan global juga mendapat sumbangan yang besar dari gejolak geopolitik dunia. Konflik militer di berbagai belahan dunia, seperti invasi Rusia ke Ukraina dan berbagai ketegangan di Timur Tengah, telah mengancam serta menciptakan ketidakstabilan ekonomi banyak buruh di dunia. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya banyaknya evakuasi para pekerja, tetapi juga mempengaruhi mobilitas dan fleksibilitas pekerja dengan alasan keamanan dan politik negara yang akan dituju para pekerja.
 Pada masa sulit seperti ini, kelompok yang paling rentan adalah buruh, terutama buruh-buruh migran. Perekrut yang tidak etis, informasi peluang kerja yang dimanipulasi, bahkan hingga praktik perdagangan manusia yang semakin banyak menjadi hal yang membayang-bayangi para pekerja tersebut. Meskipun sudah paham teknologi dan memiliki pendidikan yang menengah atas, banyak pekerja yang mencari keberuntungan di luar negaranya masih rentan dengan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi dan tidak layak, seperti menjadi operator judi atau kurir narkoba.
   Selain permasalahan kondisi ekonomi dan geopolitik, tantangan buruh tidak hanya hal tersebut. Di banyak negara, seperti Indonesia, ketidakmampuan sistem perlindungan sosial dalam menyediakan jaring pengamanan yang memadai menjadi permasalahan tersendiri. Bantuan sosial yang masih berdasarkan belas kasih yang tidak kompeten dan rentan terhadap politisasi serta korupsi menjadi keprihatinan tersendiri, apalagi ini pada umumnya adalah program untuk menyelesaikan permasalahan mengenai kesejahteraan buruh  yang diberikan oleh banyak pemerintah di dunia.
   Dengan demikian, reformasi diperlukan secara menyeluruh dalam upaya perlindungan buruh, terutama mereka yang rentan, miskin, dan orang yang belum bisa memenuhi kebutuhannya secara menyeluruh. Selain itu, buruh yang terkena dampak krisis ekonomi, iklim, serta pemasalahan konflik bersenjata di berbagai belahan dunia juga harus menjadi perhatian. Upaya yang dibuat haruslah yang fleksibel serta responsif dengan kebutuhan yang diperlukan buruh. Dengan hal tersebut diharapkan dapat memberikan jawaban dan kepastian yang lebih dapat diharapkan mengenai pekerjaan serta kondisi kelayakan hidup bagi semua pekerja.
Harapan pada pemilu 2024
   Pada 2024 ini, banyak negara menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih pemimpin negara mereka selanjutnya. Hal itu diwarnai dengan banyaknya janji-janji peningkatan kesejahteraan yang dikatakan oleh banyak pasangan calon yang mengatakan pada visi misi mereka kemakmuran para pekerja akan terjamin jika mereka dipilih. Akan tetapi, bukti nyata dari yang dijanjikan seringkali tidak direalisasikan. Omnibus Law masih menjadi hal yang sering dibincangkan di Indonesia jika sudah berbicara mengenai para  buruh. Isi undang-undang yang dinilai hanya menguntungkan para investor, tetapi menghiraukan hak-hak esensial buruh.
   Kesejahteraan para kaum buruh diharapkan dapat menjadi prioritas pemerintahan baru yang terpilih. Semoga juga proyek-proyek besar serta program-program yang tidak memiliki dampak yang signifikan tidak menjadi pengutamaan penggunaan biaya APBN. Kebijakan ketenagakerjaan, perlindungan sosial, serta pengawasan perekrutan tenaga kerja memerlukan pembaharuan menuju ke arah yang lebih baik dan diharapkan menjadi hal yang diutamakan bagi negara Indonesia dengan pemerintahan barunya.