Mohon tunggu...
Riezal Fachrozie
Riezal Fachrozie Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya Hanya ingin Belajar menulis. Mohon Bimbingannya... saya akan slalu menulis tentang perasaanku, pikiranku dan momen terindah dan terpahit disepanjang jalan hidupku***

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ngomel-ngomel dalam Hati... Hidup ???

28 Januari 2011   13:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:06 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari selalu mencoba membakar jiwaku dan semangatku untuk membelah waktu, tapi aku masih mampu berlindung di pohon-pohon kehidupan untuk sejenak, sebelum aku berusaha memadamkan cahaya hitam yang ingin membutakan langkahku. Aku takkan menyerah walau harus mati tertikam tombak angin, walau harus menembus serbuan batu hinaan.

Kemarin angin serasa mencambuk kehidupanku saat tak seorang pun mau menengok derita yang menusuk-nusuk jiwaku. Pencipta ragaku, bayangan hatiku maupun masa depanku tak pernah peduli dengan bau kehidupan yang menyumbat nafasku, lilitan tangan waktu mencekik-cekik leher nuraniku, pandangan gelap mencoba meracuni gerak-gerik tangan pikiranku. Aku ingin mengejar matahari agar sinarnya selalu menyinari langkahku walau aku tahu bahwa takkan mungkin sinar matahari terus menerangi langkah gelapku.

Mata-mata yang tertancap di dinding angin selalu menatapku dengan tajam seolah ingin merobek-robekemakin menyempitkan jalannya untuk kulalui. Seakan kini tak ada lagi nafas yang disisakan untuk kuhirup agar darahku terus mendidih memanaskan jantung kehidupanku yang beku kaku terkubur salju kehancuran. Kucoba menghempaskan kenyataan yang amat sangat begitu pahit yang menyumbat tenggorokanku untuk terus meneriaki mimpi-mimpi buram karena ketidakpastian. Aku ingin mewujudkan sebuah misteri dari sebuah asa yang dianggap rendah menjadi sebuah amarah luar biasa yang akan membinasakan ketakutan di ruang hampa yang akan meluluh lantakkan dunia keputusasaan.

Jari-jemari mentari telah menyentuh hati perawan bumi untuk membangkitkan roh alam yang tertidur oleh malam. Arwah kegelapan hari pun ternyata mencoba mencakar-cakar kulit keringku yang hangus termakan cahaya matahari. Tangan-tangan gaib neraka juga ingin memasung kaki kehidupanku dan ingin membuatku terbujur kaku oleh sayatan keputusasaan. Dia ingin mengugurkan sejuta harapan yang tergantung di atap langit impian.
Bau mulut para pencundang waktu yang hanya bisa berkata tapi tak pernah bergerak bagai patung waktu terus mencoba mencemari harumnya kehidupanku. Mereka menyiksa pikiranku dengan kata-kata busuk yang mencabik-cabik keberanianku menentang waktu. Teriakan waktu pun mencoba mengaburkan langkahku di bumi yang sempit tetapi semua itu takkan pernah mampu meruntuhkan semangat alam yang telah menancap di tembok ragaku.

Aku duduk di pangkuan alam yang selalu dipayungi awan hitam. Mulut-mulut busuk pecundang masih saja mengotori jalan waktuku dengan ludah-ludah omongan mereka. Batu-batu derita yang berat terus menimpuk wajah hariku dan terus menekan lukaku yang yang tak pernah mengering. Air terjun dari gunung-gunung kesunyian terus-menerus memaku diriku untuk berdiam di lubang kesesengsaraan yang di penuhi bayangan mimpi karena kita tak pernah berani bergerak untuk merampas impian itu dari rangkulan tubuh sang waktu. Jangan pernah terbuai oleh nikmatnya kenyamanan karena suatu saat waktu akan merubah semua itu menjadi kepahitan jika kita tak mampu menolak injakan waktu yang terus berlari tanpa henti.

Hari ini walaupun matahari itu telah tenggelam di lautan bumi karena tak pernah mampu berenang melintasi malam hingga akhirnya tak mampu lagi menyinari lompatanku mengarungi samudra waktu. Dengan teriakan tanpa henti aku pasti akan menerobos kegelapan karena diriku telah terbiasa hidup dan melihat dalam kegelapan serta aku tak mau menaruh kepalaku di bawah tangan harapan ketidakpastian. Aku adalah diriku, takkan ada yang mampu merubah diriku selain aku. Takkan pernah kugantungkan harapan, impian dan citaku untuk diwujudkan oleh siapapun selain diriku karena sesungguhnya itu adalah awal dari sebuah kesalahan yang pasti.

Mungkin ini adalah Sebuah perjuangan hidup menyiksa yang harus aku hadapi, walaupun harus dihanguskan matahari dan dibekukan malam tetapi aku takkan pernah menyerah untuk merobek-robek kehidupan demi menemukan kilauan cahaya masa depan yang terpendam di perut alam.
selama jam kehidupan masih didetakkan jantung, selama kelopak mata masih bisa terlipat, selama tubuh belum melepuh terbunuh waktu, yakinlah kita bisa meraih dan menggengam impian itu dalam rangkulan jiwa abadi.
Kesempatan akan datang berkali-kali kepada mereka yang mau belajar, berusaha dan berdoa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun