Wabah virus Corona atau yang lebih dikenal dengan Covid-19 yang melanda di seluruh dunia, termasuk juga Indonesia memang menimbulkan kekhawatiran dari berbagai kalangan, mungkin dampak paling besar adanya pandemi Covid-19 ini berada pada sektor UMKM atau usaha mikro kecil menengah. Aturan dari pemerintah yang menyuruh masyarakat untuk berdiam diri di rumah menjadi faktor menurunnya keaadaan ekonomi masyarakat terutama bagi para pemilik rumah makan. Para pemilik rumah makan merasakan kini tempat berjualannya yang semula ramai pembeli menjadi sepi.
Kebijakan pemerintah yang melakukan PSBB menjadi faktor pemicu para pembeli menjadi enggan untuk menjajakan uangnya. Para pembeli memilih untuk memasak makanan sendiri. Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap pendapatan para pemilik warung makan.
Pendapatan yang kian menurun membuat para pemilik warung makan melakukan berbagai upaya untuk tetap mempertahankan usahanya agar tetap berjalan, salah satunya dengan pengurangan karyawan. Karyawan yang terkena PHK akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan kembali ditengah wabah virus Corona
Sulitnya mendapatkan pekerjaan ditengah pandemi membuat para pemilik rumah makan enggan untuk menutup usahanya. Salah satunya adalah Ibu Dwi, salah satu pemilik rumah makan yang ada di Bantul, Yogyakarta. Ibu Dwi atau sapaan akrabnya adalah "Mba Wi" memilih untuk mempertahankan usaha rumah makan yang dikelola sudah dari dua tahun lalu. Walaupun sekarang kondisi rumah makannya yang jauh lebih sepi setelah terjadinya pandemi.
Mba Wi pun cukup merasa gelisah akibat diberlakukannya jam tutup. Mba Wi pun menjelaskan bahwa di masa pandemi sedikit para pembeli yang mampir bahkan hanya untuk memesan makanan untuk dibawa pulang. Kondisi seperti ini pun membuat Mba Wi harus memutar otak untuk tetap menjalankan usahanya agar tidak gulung tikar.
"Saya mulai buka warung ini aja sudah siang sekitar jam 1 siang, itu pun belom membersihkan meja dan menyapu lantainya. Nanti siap jualannya mungkin habis ashar. Nanti baru rame pembelinya pun sudah hampir maghrib, itu pun kalo rame. Nanti kalau sudah habis isya sudah jarang pembeli karena disini termasuk wilayah desa. Terus jam 9 malam ada aturan untuk menutup tempat" ucap Mba Wi
Warung makan yang memang mulai buka jam satu siang, hingga tutup sekitar jam 10an malam ini sempat mengalami masa-masa yang sangat sulit. Selain karena pembeli yang menurun drastis hingga adanya peraturan jam operasional yang membuat rumah makan harus tutup lebih awal.
Namun Mba Wi tidak kehabisan akal, selain mendaftarkan warung makannya ke aplikasi ojek online, Mba Wi juga menjual makanannya lewat media sosial. Hal itu membuat kini usaha warung makan yang dikelola Mba Wi mulai mendapatkan angina segar. Mba wi menjelaskan sering medapatkan orderan makanan untuk acara hajatan dan lain-lain. Mba Wi pun mengantarkan pesanannya sendiri ke langsung ke tempat pemesan.
Selain itu, dengan adanya pandemic Covid-19 ini membuat harga bahan baku di pasaran. Banyak harga bahan baku yang naik. "Ya pertama kaget selain pembeli sepi, sekarang harga bahan baku pun ikut naik. Ya mau tidak mau saya naikan sedikit harganya, namun tetap menjaga kualitasnya" ucap Mba Dwi.