Prinsip tata Kelola pemerintahan negara Indonesia sudah menggunakan konsep tata kelola pemerintahan yang baik atau biasa disebut dengan konsep good governance. Konsep tata kelola pemerintahan yang baik itu muncul pada abad ke-20 lahirnya konsep tersebut itu merupakan sebuah respon dari peranan pemerintah dulu yang bersifat sentralistik dan juga pemimpin yang otoriter dan juga banyak sekali terjadi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang berdampak pada penurunan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dengan terjadinya krisis ekonomi dan politik yang terjadi pada tahun 1997 ini juga yang melatarbelakangi terjadi perbaikan dalam berbagai konsep tata kelola pemerintahan. Terjadinya krisis tersebut merupakan salah satu dampak dari tidak terlaksananya prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik atau good governance.
UNDP (United Nations Development Programme) mengartikan good governance dalam tiga pilar yaitu tata kelola ekonomi, tata kelola politik dan pemerintahan administratif, yang dimaksud tata kelola ekonomi dalam hal ini merupakan proses-proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi aktivitas ekonomi disuatu negara dan juga interaksi antara pelaku ekonomi. Selanjutnya ada tata kelola politik yang dimana hal ini berhubungan dengan proses-proses memformulasikan kebijakan. Sedangkan yang dimaksud pemerintah administartif disini berkaitan dengan bagaimana sistem itu di implementasikan dalam suatu kebijakan. Dengan adanya konsep good governance ini ada tiga domain institusi pemerintahan yang saling berinteraksi yakni ada state negara atau pemerintahan yang kedua ada private sector dan  yang terakhir yaitu civil society atau masyarakat sipil. Dari ketiga pilar tersebut harus saling berkaitan dan bekerja sama dengan prinsip-prinsip setara sehingga tidak ada yang mendominasi satu pihak terhadap pihak lainnya.
Dari definisi tersebut UNDP memiliki sembilan karakteristik good governance yakni ada partisipasi, partisipasi yang dimaksud disini adalah masyarakat mempunyai suara dalam pembuatan suatu keputusan, partisipasi ini dibangun untuk kebebasan berbicara dan juga ikut berpartisipasi secara konstruktif, yang kedua ada tegaknya supremasi hukum yang dimaksud disini adalah hukum itu harus adil dalam pelaksanaannya tenpa memandang bulu. Ketiga ada transparansi yang dibangun atas dasar kebebasan dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Keempat ada responsif  yaitu untuk menanggapi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Kelima berorientasi pada konsensus yang dimaksud disini adalah sebagai perantara kepentingan yang berbeda untuk mendapatkan pilihan yang lebih baik dengan adanya konsensus.
Keenam ada kesetaraan yang dimaksud kesetaraan disini adalah setiap warga negara mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Ketujuh ada efisiensi dan efektivitas yang dimaksud dalam hal ini adalah agar bisa menggunakan sumber daya secara optimal. Kedelapan ada akuntabilitas yang dimana para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat sipil bertanggung jawab pada publik. Terakhir ada visi strategis yang dimaksud disini adalah dimana para pemimpin dengan publik itu harus memiliki pemikiran tentang good governance yang jauh pada masa depan.
Sedangkan tujuan diberikannya dana desa adalah upaya pemerintah untuk memutus kemiskinan dan juga mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah, hal ini merupakan salah satu bagian dari agenda prioritas pemerintahan Jokowi pada point yang ketiga, yaitu "membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan" dalam hal ini pembangunan antar daerah sudah jelas diprioritaskan agar tidak terjadi ketimpangan pembangunan antar daerah. Hal tersebut sudah diatur juga dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang berisi tentang desa, belanja desa diprioritaskan agar memenuhi kebutuhan pembangunan yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan dan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa.
Dengan disahkannya Undang-Undang mengenai penyelenggaraan pemerintah desa seharusnya pelayanan publik di desa semakin baik tapi pada fakta lapangannya pelayanan publik di desa kurang baik dan tidak transparan. Menurut data laporan pada Ombudsman RI mengenai laporan maladministrasi pada penyelenggaraan pelayanan publik di desa, laporan maladministrasi yang dilaporkan ada yang berupa penyalahgunaan wewenang, tidak membuka layanan, melakukan pekerjaan yang sangat lambat dalam memberikan pelayanan publik didesa. Ombudsman RI juga memfokuskan mengkaji pelayanan publik didesa tentang administrasi, kependudukan, administrasi pertahanan, pendidikan dan kesehatan.
Dalam hal tersebut Ombudsman juga menyimpulkan mengenai mengapa hal ini sering terjadi karena kurangnya koordinasi antara Kementerian dan Lembaga dalam penyediaan pelayanan publik didesa dan juga dengan keterbatasan sumber daya manusia didesa menjadi salah satu sumber dari permasalahan-permasalahan yang sering terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik di desa.
Sebetulnya pemerintah sudah berupaya dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui TAP MPR Nomor XI/MPR/1999 yang berisi mengenai Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) dan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 berisi tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN. Pada pasal 3 juga menjelaskan asas-asas penyelenggaraan negara yang meliputi: 1) asas  kepastian  hukum 2) asas tertib penyelenggaraan negara 3) asas kepentingan  umum  4)  asas keterbukaan 5)  asas  proporsionalitas 6)  asas  profesionalitas  dan  7)  asas  akuntabilitas.  Kedua peraturan  ini  merupakan  langkah  awal reformasi dibidang penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik.
Tugas serta tanggung jawab pemerintah selain menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan adalah pelayanan publik. Pelayanan publik menjadi salah satu hal dasar yang paling penting dalam menggerakkan roda pemerintahan terkini yang mengutamakan kedekatan pemerintahan dengan masyarakat melalui pelayanan. Lebih lanjutnya diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik menjabarkan bahwa Pelayanan Publik merupakan kegiatan-kegiatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara layanan publik. Dengan berlakunya peraturan tersebut maka akan menimbulkan interaksi antara aparatur daerah dengan masyarakat menjadi semakin sering terjadi. Dengan semakin meningkatnya tuntutan demokratisasi serta pengakuan akan hak asasi manusia yang menciptakan tuntutan terhadap manajemen pelayanan publik yang berkualitas, yang didasarkan pada prinsip good governance.
Pada Pemerintahan di Desa Ketulisan kecamatan Cikeusal yang letaknya berada pada Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Pemerintahan di Desa Ketulisan ini masih bisa dibilang belum sepenuhnya menerapkan konsep good governance karena Kepala Desa Ketulisan yaitu Erpin Kuswati yang menjabat pada periode 2019-2024 ini melakukan Korupsi anggaran dana desa dari APBN pada tahun 2020 yang nilainya sebanyak RP 1.309.915.400. Tidak berhenti disitu saja Erpin Kuswati kembali melakukan korupsi anggaran desa dari APBN pada tahun 2021 yang nilainya sebanyak RP 1.006.502.000. pada kenyataanya yang terjadi di Desa Ketulisan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan seperti ketika pengecekkan laporan dari pertanggung jawaban  dari setiap rencana yang sudah diberikan itu tidak sesuai dan bahkan ada pertanggung jawaban kegiatan yang fiktif atau dibuat-buat harganya. Seperti membuat anggarannya lebih banyak dari pada barang yang harus dibeli dalam laporan pertanggungjawaban tersebut.
Dalam hal tersebut kita bisa melihat bahwa kurangnya akuntabilitas dan partisipasi masyarakat akan hal tersebut. Tidak adanya sikap seorang pemimpin yang bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuat dan tidak adanya masyarakat yang ingin tau mengenai anggaran dana desa akan digunakan untuk apa atau bisa disebut dengan sikap apatis. Kurangnya partisipasi masyarakat ini bukan tanpa sebab melainkan turunnya rasa kepercayaan terhadap pemerintah di Desa Ketulisan tersebut. Karena korupsi ini sudah sering terjadi sebelumnya dan menurut Menteri Desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi yaitu Abdul Halim Iskandar mengatakan mengapa sering sekali terjadi korupsi dari Kepala Desa dapat dilihat kurangnya peran dari perangkat desa dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam membaca APB Desa yang seharusnya masyarakat ikut aktif dalam mengawasi APB Desa tersebut. Sedangkan kurangnya akuntabilitas yang dimaksud dalam konsep ini adalah tidak adanya pertanggungjawaban dari Kepala Desa atas anggaran dana desa  yang akan digunakan.
Sedangkan menurut teori Stewardship yang memiliki argumen tentang situasi manajemen itu tidak timbul dari tujuan pribadi melainkan pada apa yang diinginkan oleh mereka dalam kepentingan bersama. Dalam teori ini juga menjelaskan eksistensi dari pemerintah desa itu harus menjadi sebuah institusi yang bisa dipercaya oleh masyarakat, bisa menampung segala aspirasi dari masyarakat,  bisa memberikan layanan yang layak dan baik kepada masyarakat dan juga tidak lupa untuk bisa mempertanggungjawabkan atas dana desa yang akan diberikan kepada desa tersebut. Agar bisa mempertanggung jawabkan tersebut maka seharusnya pemerintah desa  bisa menerapkan konsep tata kelola pemerintahan yang baik yaitu harus memiliki keahlian secara efisien dan efektif dengan adanya hal tersebut penilaian terhadap pemerintah desa bisa terus meningkat baik yang akan menciptakan rasa kepercayaan masyarakat kepada pemerintah desa.
Faktor yang mempengaruhi akuntabilitas disuatu pemerintah desa  bisa berupa sumber daya manusia yang kurang optimal. Indikasi  dari kemampuan sumber daya pemerintah desa yang tidak optimal ini berupa tidak menyelenggarkan penata usahaan dana desa karena tumpang tindihnya tugas dan juga wewenang dari pemerintah desa tersebut yang dapat menyebabkan  keterlambatan laporan pertanggung jawaban dari anggaran dana desa. Kurangnya akuntabilitas dan partisipasi masyarakat di Desa Ketulisan merupakan masalah yang serius dalam tata kelola pemerintahan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, korupsi adalah salah satu permasalahan utama yang menghambat akuntabilitas pemerintahan. Korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa Ketulisan mengindikasikan rendahnya integritas dan transparansi dalam pengelolaan dana desa.
Menurut Transparency International, organisasi nirlaba yang berfokus pada pemberantasan korupsi global, korupsi merusak prinsip-prinsip good governance, seperti akuntabilitas, transparansi, dan supremasi hukum. Korupsi juga mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa dan menghambat partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan dan mengatasi masalah yang ada di Desa Ketulisan, langkah-langkah berikut bisa diambil untuk mengurangi terjadinya korupsi:
- Penguatan hukum dan penegakan hukum yang lebih efektif: yang dimaksud disini adalah  diperlukan penegakan hukum yang tegas terhadap tindakan korupsi dan maladministrasi. Sistem hukum harus adil dan tidak memandang bulu, sehingga para pelaku korupsi dapat diadili dan dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
- Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: Pemerintah desa seharusnya bisa memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat dalam hal informasi keuangan, anggaran, dan kebijakan yang berpengaruh pada mereka. Laporan keuangan dan pertanggungjawaban pengelolaan dana desa harus tersedia secara terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat.
- Mendorong partisipasi aktif dari masyarakat: Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan penting untuk menciptakan pemerintahan yang responsif dan akuntabel. Dalam hal ini pemerintah desa harus melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan. Masyarakat juga perlu didorong untuk aktif mengawasi dan memberikan masukan terhadap kinerja pemerintah desa.
- Meningkatkan kapasitas dan pengelolaan sumber daya manusia: Pemerintah desa perlu memberikan pelatihan dan pendidikan kepada staf pemerintahan desa agar mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam mengelola dana desa dan memberikan pelayanan publik yang baik. Selain itu, pemerintah desa juga harus memastikan ketersediaan sumber daya manusia yang cukup untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan dengan efektif.
- Pembentukan lembaga pengawasan independen: Diperlukan lembaga pengawasan yang independen dan kuat untuk mengawasi kinerja pemerintah desa dan menerima laporan keluhan dari masyarakat terkait penyelenggaraan pelayanan publik. Lembaga ini dapat berperan sebagai mekanisme kontrol atau mengawasi kinerja pemerintah dan memastikan akuntabilitas pemerintah desa.
- Implementasi dari langkah-langkah tersebut memerlukan adanya komitmen dan kerja sama antara pemerintah desa, masyarakat, dan berbagai pihak terkait. Pemerintah pusat juga memiliki peran penting dalam memberikan dukungan, bimbingan, dan pengawasan terhadap tata kelola pemerintahan di tingkat desa. Dalam hal ini penting bagi Desa Ketulisan dan pemerintahannya untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance guna meningkatkan akuntabilitas dan partisipasi masyarakat. Langkah-langkah yang telah disebutkan di atas dapat menjadi panduan dalam mengatasi masalah yang ada dan membangun tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Dengan demikian, diharapkan Desa Ketulisan agar bisa menjadi contoh yang baik dalam penerapan good governance ditingkat lokal dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakatnya.
Prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance, seperti yang diartikan oleh UNDP memiliki relevansi yang kuat dengan kondisi di Desa Ketulisan. Salah satu prinsip yang relevan adalah akuntabilitas. Akuntabilitas mengacu pada tanggung jawab pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya kepada publik. Namun pada kasus Desa Ketulisan, Kepala Desa Erpin Kuswati terlibat dalam kasus korupsi anggaran  dana desa, yang menunjukkan kurangnya akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik. Tindakan korupsi tersebut melanggar prinsip akuntabilitas yang menuntut para pembuat keputusan bertanggung jawab kepada publik. Selain itu, prinsip partisipasi juga relevan dalam konteks Desa Ketulisan. Partisipasi masyarakat adalah kontribusi aktif dan terlibatnya warga dalam proses pengambilan keputusan. Namun, kurangnya partisipasi masyarakat di Desa Ketulisan menjadi salah satu masalah yang perlu diatasi.
Dalam hal ini masyarakat seharusnya memiliki suara dalam pembuatan keputusan terkait pengelolaan dana desa dan pelayanan publik. Partisipasi yang terbatas dapat menghambat transparansi dan akuntabilitas pemerintah desa. Prinsip transparansi juga penting dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Transparansi mencakup pengungkapan informasi yang jelas dan terbuka kepada masyarakat. Namun, dalam kasus Desa Ketulisan ini laporan pertanggungjawaban terkait penggunaan anggaran dana desa tidak sesuai dengan rencana yang telah disampaikan. Hal karena itu hal ini menunjukkan kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan publik. Transparansi yang baik akan memungkinkan masyarakat untuk memantau dan mengawasi penggunaan dana desa serta memperkuat kepercayaan mereka terhadap pemerintah.
Selain itu, prinsip supremasi hukum juga memiliki relevansi penting. Prinsip ini menekankan bahwa hukum harus diterapkan secara adil dan tanpa diskriminasi. Sedangkan dalam kasus korupsi yang melibatkan Kepala Desa Ketulisan prinsip supremasi hukum itu diabaikan. Tindakan korupsi tersebut merusak integritas sistem hukum dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik di Desa Ketulisan, penting untuk mengatasi kurangnya akuntabilitas dan partisipasi masyarakat, meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan publik, dan memastikan penerapan prinsip supremasi hukum. Langkah-langkah ini akan membantu membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa dan meningkatkan kualitas layanan publik.
Hal ini menunjukkan adanya pelanggaran prinsip-prinsip good governance, seperti akuntabilitas, transparansi. Dalam konteks ini, kurangnya akuntabilitas dan partisipasi masyarakat di Desa Ketulisan menjadi perhatian utama. Akuntabilitas mengacu pada kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan pejabat desa untuk bertanggung jawab atas tindakan dan pengelolaan sumber daya publik. Partisipasi masyarakat, di sisi lain, melibatkan warga desa dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan program pembangunan. Di Desa Ketulisan, kurangnya akuntabilitas terlihat dari tindakan korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa Erpin Kuswati. Korupsi anggaran dana desa yang dilakukan tidak hanya satu kali, tetapi terjadi dalam dua tahun berturut-turut. Hal ini menunjukkan kegagalan dalam menjalankan prinsip akuntabilitas dan melindungi kepentingan masyarakat.
Selain itu, partisipasi masyarakat di Desa Ketulisan juga masih rendah. Masyarakat tidak memiliki suara yang kuat dalam pembuatan keputusan dan tidak terlibat secara aktif dalam program pembangunan. Hal ini dapat mengakibatkan ketidaksesuaian antara kebutuhan masyarakat dan kebijakan yang diimplementasikan. Partisipasi yang minim juga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Langkah-langkah untuk meningkatkan akuntabilitas dan partisipasi masyarakat di Desa Ketulisan sebagai berikut:
- Penguatan Sistem Pengawasan: Perlu didirikan mekanisme pengawasan yang efektif, seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Lembaga lain sejenisnya, yang bertugas untuk mengawasi pengelolaan anggaran desa dan mencegah terjadinya korupsi.
- Peningkatan Transparansi: Pemerintah desa harus melakukan upaya untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran dan pengambilan keputusan. Informasi mengenai anggaran, program pembangunan, dan kebijakan publik harus disampaikan secara terbuka kepada masyarakat.
- Pemberdayaan Masyarakat: Masyarakat perlu didorong untuk aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan program pembangunan. Diperlukan forum-forum partisipatif, seperti musyawarah desa yang melibatkan warga desa dalam menentukan kebijakan dan alokasi anggaran.
- Pelatihan dan Edukasi: Pemerintah desa dapat mengadakan pelatihan dan edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya partisipasi, hak-hak mereka, dan bagaimana cara berperan aktif dalam pembangunan desa. Hal ini akan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melibatkan diri dalam urusan publik.
- Pembinaan Etika dan Integritas: Pemerintah desa perlu memberikan pembinaan dan pemahaman mengenai etika dan integritas kepada pejabat desa dan aparat pemerintah. Hal ini akan membantu mencegah tindakan korupsi dan membangun budaya akuntabilitas.
Dengan mengimplementasikan langkah-langkah tersebut, diharapkan akan menimbulkan akuntabilitas dan partisipasi dari masyarakat di Desa Ketulisan dapat ditingkatkan lebih baik lagi. Masyarakat akan merasakan manfaat dari tata kelola pemerintahan yang baik, sementara pemerintah desa akan mendapatkan kepercayaan dan dukungan yang lebih kuat dari masyarakat dalam upaya pembangunan desa. Selain itu, perlu adanya koordinasi antara Kementerian dan Lembaga dalam penyediaan pelayanan publik di desa serta peningkatan sumber daya manusia yang ada di desa untuk mengatasi permasalahan yang sering terjadi. Dengan demikian Desa Ketulisan dapat mewujudkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan menuju arah pembangunan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H